Ratusan pelajar SMP dan SMA/SMK dari berbagai sekolah di Jakarta mengikuti Pawai Napak Tilas Proklamasi 2025, Sabtu (16/8). Kegiatan ini merupakan salah satu perayaan memperingati HUT ke-80 RI.
Pawai ini menempuh rute dari Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta Pusat menuju Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Munasprok), dan berakhir di Tugu Proklamasi.
Pelepasan peserta dilakukan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha, hingga putri bungsu Proklamator Kemerdekaan RI Mohammad Hatta, Halida Hatta.
Fadli Zon menyampaikan kegiatan napak tilas ini menjadi pengingat pentingnya nilai-nilai perjuangan para pendiri bangsa.
“Saya sangat bergembira sekali bahwa apa yang telah diinisiasi sudah lama, melakukan napak tilas, perjalanan proklamasi sampai hari ini masih dilanjutkan,” ujar Fadli di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat.
Ia juga menekankan peran penting Museum Perumusan Naskah Proklamasi dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
“Gedung ini, Museum Perumusan Naskah Proklamasi ini adalah gedung yang sangat penting. Karena di sinilah Perumusan Naskah Proklamasi dilakukan oleh Sukarno, Hatta, Ahmad Subarjo, dan tokoh-tokoh yang hadir yang ada di dalam,” kata Fadli.
Fadli menambahkan, napak tilas ini merupakan bentuk penghormatan terhadap para pahlawan, termasuk tokoh-tokoh yang mengorbankan jiwa dan raga demi kemerdekaan.
“Karena pengorbanan para pahlawan kita itu dengan darah, jiwa, air mata, dan juga banyak pahlawan-pahlawan yang tak dikenal, yang gugur dalam membela bangsa dan negara kita. Mari kita kenang mereka dengan mengisi kemerdekaan ini untuk hal-hal yang bermanfaat bagi kemajuan Indonesia,” tutur Fadli.
“Dan mudah-mudahan nanti adik-adik ini di tahun 2045, 100 tahun Indonesia Merdeka, menjadi pemimpin-pemimpin di Indonesia,” tambahnya.
Mengenang Perjalanan Panjang Menuju Kemerdekaan
Dalam sambutannya, Fadli juga mengajak peserta pawai untuk mengingat bahwa perjuangan kemerdekaan telah dimulai jauh sebelum 1945. Ia juga menjelaskan momentum besar menuju kemerdekaan datang saat Perang Dunia II.
“Ada momentum yang besar, Perang Dunia ke-II, ada pemboman Hiroshima dan Nagasaki di Jepang, yang membuat akhirnya Jepang yang sedang menjajah Indonesia ketika itu bertekuk lutut, dan secara sepihak tanggal 15 Agustus mengatakan mereka menyerahkan diri,” kata Fadli.
Menurutnya, kondisi itu menciptakan kekosongan kekuasaan yang dimanfaatkan para proklamator untuk memproklamasikan kemerdekaan.
“Tapi belum formil, penyerahan diri sendiri baru dilakukan pada tanggal 2 September 1945. Jadi dari tanggal 15 Agustus ke tanggal 2 September itu ada semacam Read Entire Article