TEMPO.CO, Jakarta - KEPALA Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal Suharyanto meminta maaf atas kekeliruan penggunaan surat berkop BNPB untuk acara keluarganya. Warkat tanggal 11 Agustus 2025 itu berisi undangan rapat persiapan pernikahan putri Suharyanto bernama Amadhea.
Sebagai pimpinan BNPB, Suharyanto mengatakan dirinya telah lalai. "Saya dan keluarga meminta maaf kepada masyarakat karena membuat kegaduhan. Kejadian ini menjadi pembelajaran agar ke depan lebih hati-hati," kata Suharyanto kepada Tempo, Rabu, 27 Agustus 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Lulusan Akademi Militer tahun 1989 itu mengatakan pembuatan surat tersebut inisiatif anak buahnya di BNPB. Suharyanto menyatakan tidak mengetahui bawahannya menggunakan logo BNPB untuk kepentingan pernikahan putrinya. "Saya kaget, baru tahu setelah muncul di media," ujar dia.
Ia juga tak pernah meminta staf BNPB untuk terlibat dalam pernikahan putrinya. Mereka membantu dengan sukarela. Ia mengatakan anak buahnya membentuk panitia pernikahan untuk mendukung acara keluarganya. "Mereka terlibat untuk bergembira ria dan membantu pengawasan. Segala sesuatunya sudah diatur secara profesional oleh wedding organizer," ujar Suharyanto.
Suharyanto mengatakan terbitnya surat undangan berlogo BNPB itu merupakan keteledoran anak bauhnya. Seharusnya, ia melanjutkan, surat berkop resmi tak boleh untuk urusan pribadi.
Surat berkop BNPB berisi undangan pernikahan anak Suharyanto menuai polemik. Surat nomor Und-402/SU/PR.01.03/08/2025 diteken oleh Sekretaris Utama BNPB, Rustian, Senin, 11 Agustus 2025. Dalam surat itu, Rustian tercatat sebagai pimpinan rapat persiapan pernikahan putri Suharyanto bernama Amadhea.
Rapat persiapan pernikahan anak Suharyanto juga menggunakan fasilitas BNPB. Rapat dihelat di Aula Sutopo Purwo Nugroho, Graha BNPB, Jakarta Timur. "Mengingat pentingnya rapat tersebut, mohon Bapak/Ibu hadir 30 menit lebih awal dan tidak diwakilkan," demikian tertulis dalam surat yang dilihat Tempo.
Peneliti Transparency International Indonesia, Sahel Alhabsy, mengatakan penggunaan surat lembaga untuk kepentingan pribadi bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Dengan adanya surat resmi, kata Sahel, staf akan merasa terpaksa menuruti perintah meski terkesan sukarela.
Sahel menganggap pimpinan BNPB telah gagal memisahkan aspek kehidupan pribadi dengan urusan penyelenggaraan negara. Menurut dia, sikap tersebut merupakan bentuk perilaku koruptif. "Apalagi surat keluar dengan kop lembaga. Seharusnya surat itu berisi kebijakan atau keputusan resmi," kata Sahel, Rabu, 27 Agustus 2025.
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini