REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga minyak naik pada perdagangan awal Asia, Selasa (2/9/2025). Ini seiring meningkatnya kekhawatiran gangguan pasokan akibat eskalasi konflik antara Rusia dan Ukraina.
Minyak mentah Brent naik 20 sen atau 0,29 persen menjadi 68,35 dolar AS per barel pada pukul 00.39 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS berada di 64,82 dolar AS per barel, naik 81 sen atau 1,27 persen.
Harga minyak berjangka WTI tidak diperdagangkan pada Senin (1/9/2025) karena libur Hari Buruh di AS.
Serangan pesawat nirawak Ukraina baru-baru ini melumpuhkan fasilitas yang menyumbang setidaknya 17 persen dari kapasitas pemrosesan minyak Rusia, atau sekitar 1,1 juta barel per hari, menurut perhitungan Reuters.
Pada Ahad (31/8/2025), Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan negaranya merencanakan serangan baru jauh ke dalam wilayah Rusia setelah berminggu-minggu serangan intensif terhadap aset energi Rusia. Tiga setengah tahun setelah perang, Rusia dan Ukraina semakin mengintensifkan serangan udara dalam beberapa pekan terakhir. Rusia menargetkan sistem energi dan transportasi Ukraina, sementara Ukraina menyerang kilang minyak dan jaringan pipa Rusia.
“Risiko yang berkelanjutan terhadap infrastruktur energi di Rusia tetap tinggi. Ukraina menyerang lebih banyak kilang minyak Rusia selama akhir pekan karena meningkatkan serangannya terhadap infrastruktur,” kata Daniel Hynes, ahli strategi komoditas senior di ANZ, dalam catatannya, Selasa.
Visi China untuk “tatanan global baru” berpotensi menambah ketegangan geopolitik. Presiden China Xi Jinping menegaskan visinya pada Senin (1/9/2025) mengenai tatanan keamanan dan ekonomi global baru yang memprioritaskan “Global Selatan” sebagai tantangan langsung terhadap AS, dalam pertemuan puncak yang juga dihadiri pemimpin Rusia dan India.
China dan India merupakan pembeli minyak mentah terbesar dari Rusia, eksportir minyak terbesar kedua dunia. Mantan Presiden AS Donald Trump sempat mengenakan tarif tambahan kepada India atas pembelian tersebut, tetapi tidak kepada China.
Para investor kini menanti pertemuan anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya pada 7 September 2025 untuk memperoleh petunjuk mengenai potensi kenaikan produksi lebih lanjut dari kelompok tersebut.