Jakarta, CNBC Indonesia - Penggilingan padi di Indonesia dilaporkan tengah menghentikan produksinya untuk sementara. Tapi, tidak semua.
Penghentian produksi ini terjadi di tengah polemik perberasan yang kembali melanda Indonesia. Berawal dari temuan lapangan yang diungkapkan Kementerian Pertanian (Kementan) terkait peredaran beras oplosan hingga beras tak sesuai standar mutu, dan merugikan ekonomi RI sampai triliunan rupiah.
Bareskrim Polri/ Satgas Pangan Polri pun telah menindaklanjuti pengungkapan oleh Kementan itu, dan saat ini sedang bergulir proses hukum terhadap perusahaan yang diduga memperdagangkan dan memproduksi beras premium tak sesuai standar mutu dan label kemasan.
Direktur Utama dan direksi dari 2 perusahaan telah ditetapkan jadi tersangka. Saat ini, proses penyidikan masih berlangsung, termasuk atas 2 perusahaan lain.
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, aktivitas produksi di pabrik penggilingan padi kemungkinan terjadi merata di semua skala usaha. Mulai dari penggilingan padi skala besar, menengah, juga kecil.
"Ini kan ada persoalan mendasar yang belum terselesaikan. Mudah-mudahan hari ini sudah ada penyelesaian, saya dengar akan ada rakortas, mengenai HET (harga eceran tertinggi). HET ini bisa jadi salah satu penyebab," kata Sutarto kepada CNBC Indonesia, Rabu (13/8/2025).
"Penyebabnya banyak kan, penyebab bisa terjadi gonjang-ganjing. Mulai dari produksi berfluktuasi, stok sudah banyak dan sekarang produksi di bawah tapi tetap saja pemerintah masih membeli, mudah-mudahan sekarang sudah berhenti," tambahnya.
Karena itu, dia berharap, pemerintah semakin cepat dan intens mengeluarkan cadangan berasnya ke pasar karena saat ini pasokan kurang.
"(Penyebab lain) Lalu kenyamanan berusaha. Kalau peraturan jelas, dilaksanakan pengawasan secara baik, ya jangan sampai teman-teman ini..sekarang kan situasinya gabahnya lagi susah sehingga terjadi persaingan yang menurut saya juga menjadi kurang sehat," katanya.
"Waktu awal dengan Rp6.500 saja sudah nggak masuk HET. Apalagi dengan harga gabah naik, nggak masuk dengan HET. Kalau harga gabah tinggi di luar hitung-hitungan, supaya masuk HET katakanlah Rp12.500, dengan harga gabah tinggi ya memang nggak masuk," bebernya.
Karena itu, sambungnya, pilihan pengusaha penggilingan padi adalah menghentikan produksinya. Karena tidak ingin melanggar ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
"Melanggar artinya ada yang tidak menggiling. Di samping, memang secara umum, bulan-bulan begini banyak penggilingan padi berhenti menggiling karena memang bahannya berkurang," ucap Sutarto.
"Bukan hanya karena kasus ini, tapi juga dipicu oleh kasus ini. Kayanya (yang berhenti) merata. Yang besar juga ada yang berhenti, yang menengah ada berhenti. Apalagi yang kecil, lebih banyak berhenti. Paling banyak berhenti di Jawa karena sebagian besar penggilingan padi kan ada di Jawa," paparnya.
Sutarto mengaku tidak bisa menyebut detail siapa saja yang berhenti dan lokasinya. Pun, Sutarto mengaku, saat ini pihaknya masih melakukan pemutakhiran data terkait jumlah dan sebaran usaha penggilingan padi di Indonesia. Karena, data yang ada saat ini masih menggunakan data tahun 2020.
Belum lagi, tidak semua penggilingan padi adalah anggota aktif Perpadi.
Mengutip Ringkasan Eksekutif Pemutakhiran Data Usaha/Perusahaan Industri Penggilingan Padi 2020 yang dirilis BPS pada 9 Desember 2021, total ada 169.789 unit usaha penggilingan padi di Indonesia pada tahun 2020.
Angka ini menyusut jauh dari data tahun 2012 yang tercatat sebanyak 182.199 unit usaha penggilingan padi.
Tahun 2020, sebanyak 95,06% usaha penggilingan padi di Indonesia berskala kecil. Atau berkisar 161.401 unit. Yang besar ada 1.056 unit, sisanya skala menengah.
Sekitar 86,01% adalah penggilingan padi tetap, sementara yang berkeliling ada 13,64%. Dan, gabungan keduanya berkisar 0,34%.
"66,48% usaha penggilingan padi di Indonesia pada 2020 tidak memiliki catatan produksi," tulis BPS, dikutip Rabu (13/8/2025).
Sutarto menambahkan, usaha penggilingan padi juga ada yang hanya berproduksi selama 3 bulan saja, atau 6 bulan saja.
"Kalau itu data tahun 2020, sementara sekarang sudah tahun 2025, dugaan saya selama 5 tahun ini jumlah penggilingan padi di Indonesia sudah berkurang paling nggak sebesar 10%. Kebanyakan yang kecil," kata Perpadi.
Foto: Kondisi Pasar Beras Induk Cipinang terkini, Selasa (12/8/2025). (CNBC Indonesia/Chandra Dwi)
Kondisi Pasar Beras Induk Cipinang terkini, Selasa (12/8/2025). (CNBC Indonesia/Chandra Dwi)
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Resmi! Prabowo Keluarkan Perintah Baru Soal Cadangan Beras, Simak