TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena pemasangan bendera One Piece yang sedang marak belakangan ini mengingatkan kisah Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau yang disapa Gus Dur. Dia pernah mengambil langkah yang dianggap berani dan berbeda dalam menyikapi soal pengibaran bendera selain bendera merah putih.
Sikap Gus Dur berbeda dengan pemerintah saat ini. Di mana Gus Dur memperbolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora. Sikap ini mencerminkan pendekatan Gus Dur yang lebih humanis dan kultural dibandingkan pendekatan kekuasaan atau militer yang sering digunakan pemerintah sebelumnya maupun sesudahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara pemerintah sekarang melihat pengibaran bendera One Piece berpotensi sebagai tindakan pidana. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan mengatakan terdapat konsekuensi pidana terhadap tindakan yang dapat menciderai kehormatan bendera merah-putih.
Dia mengatakan pemerintah bakal mengambil tindakan hukum jika ada kesengajaan dan upaya memprovokasi dalam tindakan itu. "Ini adalah upaya kami untuk melindungi martabat dan simbol negara," kata Budi dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Sementara bagi Gus Dur, Bintang Kejora bukan semata-mata simbol separatisme atau perlawanan terhadap negara melainkan merupakan bagian dari ekspresi budaya dan identitas masyarakat Papua. Ia menyamakan bendera ini dengan bendera-bendera lokal di daerah lain di Indonesia, yang tak selalu mengandung makna politik. Selama bendera Merah Putih tetap dikibarkan sebagai lambang utama negara, menurutnya tidak ada alasan untuk khawatir terhadap keberadaan Bintang Kejora.
Sikap ini tergambar dalam salah satu momen ketika Menkopolhukam Wiranto melaporkan tentang pengibaran Bintang Kejora, Gus Dur hanya bertanya apakah bendera Merah Putih masih berkibar. Setelah dijawab bahwa Merah Putih masih ada, ia dengan santai menanggapi, “Ya sudah, anggap saja Bintang Kejora itu umbul-umbul.” Hal ini memperlihatkan cara pandangnya yang tidak reaksioner dan lebih menekankan pada semangat rekonsiliasi.
Langkah Gus Dur tersebut diambil antara akhir tahun 1999 hingga awal 2000, dalam periode penting bagi relasi antara pemerintah pusat dan masyarakat Papua. Ia bahkan mengizinkan Bintang Kejora dikibarkan, dengan ketentuan bahwa posisinya harus lebih rendah dari Merah Putih, sebagai bentuk penghormatan terhadap kedaulatan Indonesia. Dalam kunjungannya ke Papua pada 30 Desember 1999, Gus Dur juga menyelenggarakan dialog terbuka di Jayapura dan mengembalikan nama “Papua” yang sebelumnya diganti menjadi “Irian Jaya” oleh Orde Baru.
Tujuan utama Gus Dur memperbolehkan pengibaran Bintang Kejora adalah membangun rasa saling percaya antara rakyat Papua dan pemerintah. Ia percaya bahwa pengakuan atas identitas dan budaya lokal bisa menjadi kunci untuk meredam konflik dan memperkuat rasa kebangsaan dari dalam diri masyarakat Papua. Pendekatan berbasis keadilan, penghormatan, dan kemanusiaan menurutnya lebih efektif dibandingkan pendekatan represif.
Putrinya, Alissa Wahid, juga menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan agar orang Papua merasa aman mengekspresikan identitas budayanya tanpa rasa takut, dan dengan demikian tumbuh kecintaan terhadap Indonesia. Bagi Gus Dur, pengibaran Bintang Kejora bukan bentuk dukungan terhadap pemisahan diri, tetapi tanda bahwa negara menghargai keberagaman.
Meski begitu, keputusan ini tetap menimbulkan perdebatan di tingkat nasional karena Bintang Kejora telah lama diasosiasikan sebagai simbol separatis. Setelah Gus Dur lengser, kebijakan ini dihentikan. Pengibaran Bintang Kejora kembali dilarang, kecuali dalam konteks budaya dan tetap di bawah Merah Putih, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Kebijakan Gus Dur memperbolehkan Bintang Kejora berkibar dilandasi semangat rekonsiliasi dan penghargaan terhadap jati diri Papua, bukan pengakuan terhadap separatisme, melainkan untuk memperkuat keutuhan NKRI melalui pendekatan dialog dan penghormatan.
Noval Panji Nugroho dan Budiarti Utami Putri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengapa Pemasang Bendera One Piece Tak Bisa Dipidana