
DPR RI telah menyetujui Inosentius Samsul sebagai calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pengganti Arief Hidayat yang akan pensiun Februari 2026. Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menyayangkan proses di DPR yang tidak transparan dan dalam waktu singkat melaksanakan fit and proper test, bahkan memilih.
“Tetap memenuhi syarat, cuma kenapa sih tidak ditempuh prosedur, umumkan dulu, orang suruh daftar, bahwa dia yang mau diterima kan bisa kompromi di dalam, ini tiba-tiba tidak jelas, tiba-tiba sudah fit and proper test, nah itu disayangkan,” kata Mahfud dalam podcast Terus Terang Mahfud MD di YouTube Mahfud MD Official, Selasa (26/8).
Soal masa pensiun Arief Hidayat yang masih lama, ia menekankan, itu tidak salah karena memang bunyi Undang-Undang (UU) seperti itu. Jadi, paling lambat 6 bulan sebelum masa pensiun atau masa jabatan habis, hakim MK melapor dan DPR menyiapkan pengganti melalui cara-cara yang seharusnya transparan.
Mahfud turut membagikan pengalaman menjelang masa jabatannya sebagai Ketua MK habis. Kala itu, Mahfud yang pensiun pada April 2013, sudah datang ke DPR pada November 2012 untuk menyampaikan kalau masa tugasnya habis. Mahfud mempersilakan DPR untuk mencari penggantinya sebagai hakim MK.
Sebagai Ketua MK, Mahfud sebenarnya bisa mendapat prioritas jika ingin maju kembali. Pilihan itu turut ditanyakan, bahkan didukung sebagian Anggota DPR. Namun, saat itu Mahfud menolak dan menyatakan tugasnya sudah selesai, dan mengingatkan DPR memiliki waktu 6 bulan untuk menyeleksi penggantinya.
“Jadi, seleksi, terbuka, rakyat siapa pun boleh mendaftar, sehingga pada waktu itu sesudah saya ke sana ya banyak yang daftar, termasuk kalau tidak salah Bu Susi, Bu Ni'ma, banyak yang daftar, diterima berdasar hasil DPR yang sudah diduga sebelumnya yang diinginkan DPR si ini, tapi tidak apa-apa, kenapa ini tidak ditempuh. Iyalah (menyayangkan), seharusnya mulai dari transparansi untuk jabatan publik,” ujar Mahfud.
Selain itu, Mahfud turut mengomentari sikap oknum DPR yang meminta Inosentius Samsul, ketika sudah menjadi hakim MK nanti, tidak menghantam DPR yang mengusulkannya. Mahfud menegaskan, tindakan itu tidak boleh karena semua orang yang dipilih menjadi hakim MK tidak boleh lagi terikat kepada DPR.
Ketua MK periode 2008-2013 itu menegaskan, seorang hakim MK tidak boleh terikat kepentingan apapun, termasuk lembaga yang mengusulkannya, karena dia harus obyektif. Terlebih, ia mengingatkan, sikap DPR yang merasa hakim MK harus tunduk kepada DPR dan tidak menghantam DPR sudah memakan korban.
Adalah hakim MK, Aswanto, yang pada 2022 secara tiba-tiba dicopot oleh DPR tanpa ada alasan. Aswanto sendiri memang dikenal cukup sering menganulir produk-produk legislasi DPR. Parahnya, DPR bersikap arogan dengan menyatakan mereka berhak mengganti karena mereka yang mengutusnya jadi hakim MK.
“Ketika ditanya alasannya apa tidak ada, diganti karena kami yang ngutus, kami kan berhak narik, itu juga sangat disayangkan karena berhak narik itu sebenarnya proses politiknya, yuridisnya, ketatanegaraannya kalau dia sudah jadi hakim tidak boleh diganggu kekuasaan politik yang mengangkatnya,” kata Mahfud.
Sosok Inosentius Samsul sendiri, yang sudah disetujui DPR sebagai hakim MK melalui Rapat Paripurna ketiga Masa Sidang I 2025-2026 pada Kamis (21/08/2025) lalu, memang cukup asing dalam dunia hukum. Samsul malah lebih lama berkarir di DPR dan sudah menjadi Kepala Badan Keahlian DPR sejak 2020. (Cah/P-3)