REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) membagikan sejumlah fakta penting untuk menepis mitos-mitos seputar Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). Mulai dari kebiasaan memberikan madu pada bayi hingga anggapan bahwa MPASI bertekstur harus menunggu anak tumbuh gigi.
Menurut Anggota UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI,dr Winra Pratita, Sp.Am M.Ked (Ped), salah satu mitos berbahaya adalah memberikan madu pada bayi baru lahir. "Beberapa masyarakat percaya anak baru lahir itu diolesi langit-langit mulutnya dengan madu dengan harapan meningkatkan daya tahan," ujarnya pada Rabu (13/8/2025).
Padahal, madu baru boleh diberikan pada anak di atas satu tahun karena mengandung bakteri Clostridium Botulinum yang berbahaya bagi bayi. Sistem pencernaan bayi di bawah satu tahun yang belum matang sangat rentan terhadap bakteri ini. Jika terinfeksi, bayi bisa mengalami kelemahan otot, kesulitan bernapas, dan bahkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat.
Mitos lain yang juga harus dihindari adalah memberikan makanan padat, seperti pisang, pada bayi yang berusia kurang dari enam bulan. Dia menekankan hal ini tidak dianjurkan karena sistem pencernaan bayi masih belum sempurna. "Jadi rekomendasi kami, pemberian MPASI itu harus tepat waktu karena kalau terlalu dini anak berpotensi terkena diare dan berujung pada dehidrasi berat," kata dia. Diare berat bisa meningkatkan risiko kematian pada bayi atau memicu masalah lain seperti alergi yang mengganggu tumbuh kembang.
Salah satu mitos yang paling menghambat pemberian MPASI yang efektif adalah larangan memberikan protein hewani hingga anak berusia satu tahun karena kekhawatiran anak tidak bisa mencernanya. IDAI menepis mitos ini karena protein hewani justru merupakan fondasi penting dan harus diberikan sejak awal MPASI untuk mencegah stunting.
Mitos ini berhubungan erat dengan anggapan bahwa hati ayam tidak boleh diberikan karena dianggap sebagai jeroan yang kotor dan sumber racun. IDAI menepis hal ini, karena dari deretan sumber protein hewani, hati ayam merupakan protein hewani yang mengandung banyak vitamin dan mineral terutama zat besi," ujarnya.
Fakta menunjukkan, 100 gram hati ayam mengandung 10 miligram zat besi yang sangat penting untuk mencegah anemia defisiensi zat besi pada anak. Mitos "menyesatkan" lainnya adalah praktik orang tua mengunyah makanan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada bayi atau yang dikenal dengan "dipapah". Hal ini bertentangan dengan syarat MPASI yang benar, yaitu harus aman dan higienis. "Kalau dipapah atau dikunyah dulu sama ibunya itu sudah tidak sejalan dengan syarat tersebut karena ketika dipapah ada potensi media penularan bakteri ataupun patogen," ujar dia.
Terakhir, IDAI juga menepis mitos yang melarang pemberian makanan bertekstur pada bayi yang belum memiliki gigi. Mitos ini dinilai keliru karena periode MPASI adalah waktu emas bagi bayi untuk belajar mengunyah dan menelan. Jika pengenalan tekstur ini terlewatkan, anak berisiko mengalami gangguan kemampuan makan. Sesuai rekomendasi Kementerian Kesehatan, MPASI dengan beragam tekstur harus sudah dikenalkan sejak bayi berusia enam bulan, dimulai dengan makanan lumat dan secara bertahap teksturnya ditingkatkan seiring pertumbuhan anak.