
Pengacara Dirut PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto, Calvin Wijaya, mengeklaim uang Rp 2 miliar yang disita Kejaksaan Agung tak terkait dengan perkara korupsi. Uang itu disebut untuk pendidikan anak-anak Iwan.
"Terkait uang yang disita oleh penyidik sejumlah Rp 2 miliar rupiah telah disampaikan bahwa itu tidak ada hubungannya dengan perkara ini. Karena uang tersebut adalah tabungan keperluan pendidikan anak-anak di masa depan," kata Calvin kepada wartawan, Rabu (2/7).
Calvin menjelaskan, uang tersebut tetap diberikan oleh Iwan kepada penyidik untuk dilakukan penyitaan. Hal ini dalam rangka menaati prosedur hukum dan mendukung kelancaran penyidikan.
Terkait penggeledahan di rumah Iwan, Calvin mengaku, kliennya juga bersikap kooperatif terhadap penyidik.
"Kita menerima dan menyambut tim penyidik dengan baik. Serta mempersilakan untuk di cek secara menyeluruh demi lancarnya kepentingan proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung," jelas dia.

Kejaksaan Agung menggeledah rumah Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, di kawasan Surakarta, Jawa Tengah, pada Senin (30/6).
Penggeledahan ini terkait penyidikan dugaan korupsi pemberian kredit dari sejumlah bank pelat merah kepada PT Sritex.
Dalam penggeledahan itu, penyidik menyita uang tunai dengan total nilai Rp 2 miliar. Uang tersebut diduga berkaitan dengan perkara.
Selain di rumah Iwan, penyidik turut menggeledah rumah Direktur Keuangan Sritex, Allan Moran Severino, yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah.
"Dalam penggeledahan tersebut, menyita barang bukti berupa dokumen dan dua barang bukti elektronik berupa handphone," jelas Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Selasa (1/7).
Penggeledahan juga dilakukan pada rumah Manager Treasury Sritex berinisial CKN di kawasan Surakarta. Namun, di sana penyidik tak menemukan adanya barang bukti yang terkait dengan perkara.
Tak hanya itu, penyidik juga menggeledah tiga kantor anak usaha Sritex, yakni PT Sari Warna Asli Textile Industry; PT Multi Internasional Logistic; dan PT Senang Kharisma Textile.
"Dari penggeledahan di PT Sari Warna Asli, PT Multi Internasional Logistik, PT Senang Karisma, penyidik melakukan penyitaan terhadap sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik berupa flashdisk," ungkap Harli.
Kasus Korupsi Sritex
Dalam kasus ini, Sritex mendapatkan dana kredit dari Bank DKI dan juga Bank BJB senilai ratusan miliar rupiah. Namun, pemberian kredit tersebut diduga tidak sesuai dengan ketentuan.
Bank DKI dan BJB diduga tidak melakukan analisis yang memadai terhadap Sritex sebelum pemberian kredit. Kedua bank juga diduga tidak mentaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan.
"Karena hasil penilaian dari lembaga peringkat Pitch dan Moody's disampaikan disampaikan bahwa PT Sri Rejeki Isman Tbk hanya memperoleh predikat BB- atau memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam jumpa pers di Kejagung RI, Rabu (21/5).
"Padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A," tambahnya.
Ditambah lagi, kredit yang diberikan Bank DKI dan BJB diduga digunakan tak sesuai peruntukannya oleh Sritex, yakni modal kerja. Kredit tersebut diduga digunakan untuk membayar utang hingga membeli aset non-produktif.
Di sisi lain, nilai total Outstanding kredit (tagihan yang belum dilunasi) oleh Sritex hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp 3.588.650.808.028,57. Nilai tersebut termasuk kredit terhadap sejumlah bank lainnya yang saat ini masih didalami Kejagung.
Kejagung baru menemukan dugaan kerugian negara sementara dari kredit yang bersumber dari dua bank yakni BJB dan Bank DKI senilai Rp 692 miliar. Penyidikan masih dilakukan terhadap pemberian kredit lainnya.
Dalam kasus ini, Kejagung baru menetapkan tiga orang tersangka. Mereka yakni:
Mantan Dirut Sritex, Iwan Setiawan Lukminto;
Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB tahun 2020, Dicky Syahbandinata;
Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, Zainuddin Mappa.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.