
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi memastikan proyek baterai listrik yang digarap oleh PT Industri Baterai Indonesia (IBC) akan tetap berjalan.
Prasetyo menuturkan proyek tersebut tidak akan terganggu oleh penetapan Direktur Utama (Dirut) IBC Toto Nugroho sebagai tersangka baru kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di subholding PT Pertamina (Persero) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.
“Lanjut dong, kan enggak ada hubungannya. Penegakan hukum dengan rencana investasi tidak ada hubungannya,” kata Prasetyo di Istana Negara, Jumat (11/7).
Saat ini IBC tengah dalam proyek pembangunan pabrik sel baterai lithium di Karawang, Jawa Barat. Proyek ini akan dijadikan pusat produksi baterai kendaraan listrik (EV) dan sistem penyimpanan energi (Battery Energy Storage System/BESS) untuk kawasan Asia Tenggara.
Proyek di Karawang itu digarap oleh IBC bersama Contemporary Amperex Technology Ltd. (CATL), melalui anak usahanya Contemporary Brunp Lygend (CBL). Keduanya membentuk perusahaan patungan (joint venture) yang membangun pabrik sel baterai di Karawang dengan investasi awal sebesar USD 1,18 miliar. Proyek ini terintegrasi dari hulu ke hilir—mulai dari pemrosesan nikel, pembuatan prekursor dan katoda, hingga daur ulang baterai—dengan kapasitas awal sebesar 6,9 GWh dan target produksi mulai akhir 2026.

Selain itu, IBC juga menjalin kerja sama dengan LG Energy Solution (LGES) dan Hyundai Motor Group dalam proyek pabrik baterai melalui perusahaan patungan bernama HLI Green Power. Pabrik ini, yang juga berlokasi di Karawang, merupakan fasilitas produksi sel baterai pertama di Asia Tenggara dengan kapasitas awal 10 GWh. Meski LGES sempat menarik diri dari mega proyek "Indonesia Grand Package" senilai lebih dari USD 8 miliar, mereka tetap melanjutkan investasi tambahan senilai USD1,7 miliar ke HLI Green Power. Saat ini, IBC masih dalam proses finalisasi akuisisi 5 persen saham di perusahaan tersebut.
Setelah keluarnya LGES dari proyek besar bernama Proyek Titan, IBC menggandeng Zhejiang Huayou Cobalt, perusahaan China yang kini menggantikan peran LG dalam proyek yang mencakup seluruh rantai pasok baterai EV, mulai dari tambang nikel hingga pabrik sel baterai. Proyek ini bernilai sekitar Rp142 triliun dan menjadi langkah lanjutan untuk menjaga keberlanjutan pengembangan industri baterai nasional.
Dengan besarnya proyek yang dibangun IBC untuk ekosistem baterai listrik Indonesia, Prasetyo mengatakan pemerintah tidak akan menghentikan proyek ini karena ada upaya penegakan hukum karena sebab komitmen investasi dan pembangunan industri strategis harus tetap berjalan demi kepentingan nasional. Menurutnya, proses hukum terhadap individu tidak boleh mengganggu jalannya program-program besar yang telah dirancang untuk mendorong transisi energi dan penguatan industri dalam negeri.
“Kan tadi sudah sempat jelaskan bahwa kita tidak berhenti kalau memang terdapat fakta hukum, dalam rangka penegakan hukum, kita mau mengurangi korupsi, syukur-syukur kita pengin memberantas korupsi, itulah. Terus kita laksanakan,” jelasnya.