Kegaduhan cukup mengemuka saat Presiden Prabowo menggunakan hak prerogatifnya untuk memberikan amnesti dan abolisi yang masing-masing kepada Hasto yang merupakan sekjen PDIP dan Tom Lembong yang merupakan pendukung Capres Anies di 2024. Dua orang tersebut tersandung secara hukum. Lebih khususnya kasus korupsi.
Untuk diketahui, menurut hukumonline.com, amnesti dan abolisi secara umum dapat diartikan sebagai penghapusan akibat hukum pidana walaupun memiliki perbedaan mendasar dalam ruang lingkup dan akibat hukumnya.
Tentunya, keputusan tersebut dengan cepat menimbulkan kontroversi. Ada pro dan kontra. Bagi yang kontra tentunya dilatarbelakangi oleh alasan bahwa pemberian amnesti dan abolisi tersebut merupakan upaya yang kontraproduktif dengan pemberantasan kasus korupsi di Indonesia, masalah yang sering digaungkan oleh Prabowo untuk diberantas.
Berikut ini ada beberapa alasan yang menurut hemat penulis bisa melatarbelakangi keputusan Prabowo. Alasan-alasan ini lebih pada opsi-opsi analisa/spekulasi untuk memberikan alternatif-alternatif bagi pembaca. Artinya dalam analisa ini, saya ingin melepaskan alasan normatif seperti Hasto dan Tom memang tidak salah dalam kasus tersebut.
Pertama, Prabowo ingin mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan sosial politik. Prabowo membutuhkan stabilitas agar agenda-agenda dalam pemerintahannya terutama program-program strategisnya seperti maka bergizi gratis (MBG) dan koperasi merah putih dapat dilaksanakan dengan mudah di tengah ketidakpastian ekonomi domestik dan global.
Kegaduhan di tingkat masyarakat dan politik (elite) akan menjadi tantangan serius. Sehingga perlu ada persatuan sehingga suara-suara yang kontra dapat diminimalisir bahkan ditiadakan.
Kedua, prabowo sedang berdayung di antara banyak karang. Jargon mendayung di antara dua karang ini mulai populer sejak bung Hatta menggambarkan model politik luar negeri Indonesia. Bahwa di tengah persaingan politik global antara dua blok (karang) dunia yakni timur dan barat, Indonesia memilih untuk mengakomodasi kedua kekuatan tersebut.
Indonesia tidak ingin memihak secara total kepada satu blok dan meninggalkan blok yang lain. Indonesia ingin bebas dan aktif bekerja sama dengan siapa saja (baca: timur dan barat) tanpa meninggalkan yang lain. Atau dikenal juga dengan prinsip bebas dan aktif.
Dalam konteks apa yang dilakukan oleh Prabowo, Presiden Indonesia yang ke-8 ini ingin mendekati semua kekuatan politik. Dengan pemberian Amnesti kepada Hasto, misalnya, Prabowo ingin merangkul kekuatan politik ini agar tidak mengganggu jalannya pemerintahannya.
Apalagi PDIP merupakan partai terbesar yang ada di DPR. Artinya, narasi ini mengarahkan pikiran kita bahwa ada kesepakatan politik antara pihak Prabowo dan PDI P. Hasto diberikan amnesti dan PDIP akan mendukung atau tidak mengganggu pemerintahan Prabowo.
Keyakinan ini dipertegas dengan pernyataan Megawati, ketua umum PDIP, saat mengadakan kongres di Bali yang memerintahkan kader-kader PDIP untuk mendukung Prabowo.
Demikian juga dengan abolisi yang diberikan kepada Tom yang merupakan representasi dari kelompok oposisi. Jamak diketahui, Tom adalah pendukung utama Anies saat melawan Prabowo dalam Pilpres 2024 yang lalu. Sampai sekarang pun Anies, yang masih memiliki pendukung yang cukup banyak, dipandang sebagai simbol oposisi/perubahan.
Apalagi cukup banyak yang menganggap Tom adalah korban kriminalisasi dengan segala fakta-fakta yang ada. Merangkul Tom berarti merangkul Anies dan pendukungnnya. Anies juga selama ini dikenal sebagai representasi dari kelompok islamis yang masih cukup banyak pendukungnya di Indonesia.
Ketiga, dengan memberikan amnesti kepada Hasto sama dengan memberikan restu/ruang kepada PDIP untuk terus mengkritik Jokowi. Ini bisa jadi merupakan kesepakatan lain antara Prabowo dan PDI P. Prabowo ingin “memukul” Jokowi dengan menggunakan tangan orang lain (Hasto/PDI P).
Prabowo ingin melepaskan diri dari bayang-bayang Jokowi, sebagai Presiden sebelumnya yang mendukung dia menjadi Presiden hari ini. Bagaimanapun Prabowo dengan berbagai dinamika politik yang ada, dianggap masih dalam pengaruh Jokowi.
Prabowo tidak ingin “melawan” secara frontal karena bisa menimbulkan kegaduhan po...