Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) menjadi tujuan pendidikan dokter spesialis bagi dua mahasiswa asal Palestina, Ahmed Eliaan Syakir Abuajwa dan Ibrahim M. M. Abusalem.
Ahmed mengambil Program Studi Spesialis Ilmu Bedah Saraf, sementara Ibrahim menempuh Program Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik.
Ahmed menyebut kesempatan ini sebagai sebuah kebanggaan besar, karena bisa belajar di salah satu pusat pendidikan terbaik di Indonesia untuk bidang bedah saraf. Motivasi terbesarnya datang dari kondisi di tanah kelahirannya, yang mana masyarakat sangat membutuhkan kehadiran dokter bedah saraf.
“Kami di Gaza sangat membutuhkan ahli di bidang ini,” ujarnya usai pengukuhan mahasiswa baru Unair, (8/8).
Ia menyadari bahwa perjalanan ini bukan sekadar keluar untuk belajar, tetapi juga berarti meninggalkan Gaza untuk waktu yang lama hingga ia benar-benar lulus.
“Saya tidak akan kembali ke Palestina sebelum selesai dan membawa bukti kelulusan,” tegasnya. Hal itu ia lakukan karena memahami situasi di sana yang sulit diprediksi.
Kondisi di Gaza saat ini, menurutnya, seperti sudah diketahui dunia, krisis kemanusiaan, kelaparan, kekurangan air, serta kerusakan parah pada infrastruktur. Rumahnya telah hancur, begitu juga rumah sakit, sekolah, dan masjid di sekitarnya.
Meski demikian, ia tetap menjaga komunikasi dengan keluarganya yang kini berada di pengungsian. Akses komunikasi terbatas, namun keluarganya selalu memberikan semangat agar ia terus melanjutkan pendidikan, bahkan meminta Ahmed untuk tidak mengkhawatirkan mereka.
Sementara itu, Ibrahim datang ke Surabaya berbekal beasiswa dari Kementerian Kesehatan. Ia memilih Universitas Airlangga bukan hanya karena reputasinya yang tinggi, tetapi juga karena kualitas pengajaran dan kedisiplinan para pengajarnya.
“Ini merupakan keistimewaan bagi saya untuk bisa menjadi pelajar di universitas ini,” kata Ibrahim.
Perjalanan pendidikannya panjang. Ia lulus dari Fakultas Kedokteran di Mesir pada 2018, lalu bekerja di Mesir, Gaza, dan Palestina. Ia juga sempat menempuh pendidikan di Jerman, sebelum akhirnya melanjutkan studi spesialis di Unair, Surabaya.
Motivasi utamanya jelas: negara membutuhkan keahlian ini, dan ia ingin kembali membawa pengetahuan tersebut untuk membantu rakyatnya. Baginya, keuntungan pribadi bukanlah prioritas.
Ketika pertama kali tiba di Indonesia, ia sudah sempat singgah di Jakarta. Di sana, banyak dokter membantunya beradaptasi, mulai dari mencarikan tempat tinggal hingga menjelaskan sistem pendidikan di sini.
Ahmed dan Ibrahim memiliki satu visi yang sama, kembali ke Gaza untuk mengabdi dengan ilmu yang mereka bawa. Bidang bedah saraf yang mereka tekuni adalah cabang kedokteran yang sangat rumit dan memerlukan dedikasi penuh.
Keahlian itu dibutuhkan untuk menangani kasus-kasus berat seperti cedera kepala akibat kecelakaan, trauma perang, ledakan, maupun cedera pada tulang belakang.
Mereka menyadari jalan yang ditempuh penuh tantangan, mulai dari meninggalkan keluarga di tengah krisis, beradaptasi di lingkungan baru, hingga mempelajari bidang yang sangat kompleks. Namun, semangat untuk membangun kembali Gaza dengan ilmu yang mereka kuasai membuat mereka terus maju.