REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan pentingnya keterlibatan jaringan aparat hingga tingkat kecamatan, imam desa, dan tokoh lokal untuk pencegahan dini kasus intoleransi.
"Pencegahan dini ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan aparat hingga tingkat kecamatan, imam-imam desa, dan jaringan lokal lainnya. Sedapat mungkin, informasi yang ada jangan ditahan, laporkan segera ke pusat," ujar Menag di Jakarta, Rabu.
Nasaruddin mengatakan Kementerian Agama akan bergerak cepat dalam menangani berbagai kasus intoleransi yang masih terjadi di sejumlah daerah.
Pelaporan cepat dari informasi sensitif diperlukan agar bisa ditangani dalam waktu kurang dari 24 jam.
"Dengan komunikasi yang ada sekarang, seperti telepon, laporan bisa sampai dalam waktu kurang dari 24 jam, dan kami pasti akan menindaklanjutinya," katanya.
Menag menyampaikan target Kementerian Agama bukan hanya mengeliminasi, tetapi juga meniadakan potensi terjadinya konflik. Mengeliminasi berarti membatasi, sedangkan meniadakan berarti memastikan hal itu tidak pernah terjadi lagi.
"Target kami bukan hanya mengeliminasi, tetapi juga meniadakan potensi terjadinya konflik. Mengeliminasi berarti membatasi, sedangkan meniadakan berarti memastikan hal itu tidak pernah terjadi lagi," kata Menag.
Ia menilai penyelesaian persoalan intoleransi tidak mungkin hanya dilakukan di level praksis tanpa terlebih dahulu membenahi tingkat yang lebih mendasar.
Atas dasar itu, Menag memperkenalkan kurikulum cinta yang bertujuan memastikan agar pendidikan agama tidak mengajarkan kebencian atau menekankan perbedaan, tetapi mengajarkan persamaan dan titik temu antaragama.
"Prinsip dasarnya adalah mencintai sesama manusia tanpa membedakan bangsa, warna kulit, atau agama, serta membangun kerukunan antara manusia dengan alam," katanya.
sumber : Antara