Catatan Cak AT: Religius Tapi Korupsi

3 weeks ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
 Dok RUZKA INDONESIA) Foto ilustrasi Catatan Cak AT: Religius Tapi Korupsi. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Negeri ini katanya negeri beragama. Adzan lima waktu bersahut-sahutan, masjid megah berdiri di setiap blok, dan khutbah Jumat seringkali terdengar lebih panjang daripada rapat DPR yang gagal kuorum. Tapi entah mengapa, angka korupsi kita tetap saja melesat seperti harga cabai saat Lebaran.

Saya tidak mengatakan agama tak berguna. Tapi seperti SIM—agama itu ada yang asli, ada pula yang "nembak". Banyak warga negeri ini yang tampaknya hanya lulus "tes fikih", tapi tak pernah menyentuh pelajaran "akhlak lanjutan".

Seperti kata Profesor Mahmud Erol Kilic dari Turki, dalam suatu diskusi di Jakarta belum lama ini, agama yang diajarkan di negeri-negeri Muslim terlalu fokus pada syariat teknis: shalat, puasa, zakat.

Baca juga: Pemkot Depok dan Komdigi Bahas Penguatan Ekosistem Digital Kota

Soal larangan mencuri uang rakyat? Jarang disentuh, apalagi dikhutbahkan. Seolah-olah selama sujudnya mendalam dan sedekahnya mengalir deras, maka rekening siluman pun dianggap halal.

Ajaibnya, kadang uang hasil rampokan berjamaah justru dijadikan modal mendekati surga. Bangun masjid pakai dana haram, lalu bangganya setengah mati: “Biar uang saya dulu gelap, sekarang sudah dibersihkan lewat program wakaf.” Maaf, Pak, itu bukan dibersihkan, tapi dicuci—dan dalam hukum, itu disebut money laundering.

Survei Pew Research 2024 menobatkan Indonesia sebagai negara paling religius. Saya tidak kaget. Soal jumlah masjid, hafalan doa, dan peziarah kuburan wali, kita mungkin memang nomor satu.

Tapi mari bandingkan dengan CPI (Corruption Perception Index) dari Transparency International: tahun 2024, Indonesia ada di peringkat 99 dari 180. Syukurlah, naik dari posisi 115. Berarti masih banyak ruang untuk turun lagi.

Baca juga: Catatan Cak AT: Kedaulatan Digital

Tapi ini sungguh ironi bertingkat: kita menjadi negara yang paling rajin berdoa, tapi juga paling rajin mengambil uang yang bukan haknya. Kita percaya pada hari Kiamat, tapi seringkali lebih takut audit BPK daripada azab Tuhan. Kita takut makan babi, tapi santai makan uang bansos.

Mari kita jujur: korupsi kita bukan cuma soal sistem. Ini soal etos —atau lebih tepatnya, kehilangan etos. Kalau ibadah dijadikan jubah untuk menutupi kejahatan, maka religiusitas bukan lagi alat penyucian diri, tapi kosmetik sosial.

Kita berdoa, tapi sambil mencurangi pajak. Kita menangis dalam zikir, lalu bersorak saat memenangkan tender fiktif.

Kadang saya heran, mungkin di neraka ada jalur khusus untuk para koruptor religius: antrean panjang lengkap dengan peci dan gamis, masing-masing bawa tasbih dan daftar proyek siluman. Lalu malaikat bertanya: "Ini pahala dari sedekah, atau hasil dari markup paving block kantor desa?"

Baca juga: Sengketa Perbatasan Pemicu Perang Thailand vs Kamboja, Ini Cerita Mencekam Kala Melintas Perbatasan

Kita tidak kekurangan ustadz, kiyai, atau penceramah motivasional. Tapi kita kekurangan pemuka yang berani bicara korupsi sebagai kejahatan akhlak, bukan sekadar dosa ringan yang bisa dimaafkan dengan umrah VIP.

Kita butuh ulama yang membahas soal ghulul (penggelapan harta umat) lebih dari sekadar hukum potong tangan pencuri sandal.

Bayangkan, kalau setiap khutbah Jumat di negeri ini menyelipkan ayat tentang kejujuran, ancaman neraka bagi pengkhianat amanah, dan larangan keras menilep dana bansos, mungkin negeri ini akan lebih cepat beres daripada harus nunggu reshuffle kabinet.

Agama adalah cahaya, begitu kata para sufi. Tapi kalau lampu itu dicolokkan ke kabel korup, maka cahayanya cuma ilusi. Kita tak bisa terus membanggakan religiusitas jika akhlak kolektif kita macet di simpang etik.

Baca juga: Menteri Kebudayaan Resmi Menetapkan 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia

Mungkin, negeri ini bukan kekurangan agama, tapi kelebihan dalih. Kita terlalu sering mencari pembenaran, bukan pertobatan. Dan sampai kita mengakui bahwa korupsi itu bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi pengkhianatan iman, maka negeri religius ini akan terus jadi ironi — tempat surga dijanjikan, tapi neraka yang dibangun.

Maaf, catatan ini bukan untuk mereka yang jujur dan diam-diam bekerja tanpa pamrih. Ini untuk yang merasa dirinya "wakil Tuhan", tapi ternyata hanya wakil dari rekening gelap. (***)

Penulis: Cak AT - Ahmadie Thaha/Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 29/7/2025

Read Entire Article