TUNJANGAN perumahan anggota DPR yang mencapai Rp 50 juta per bulan menjadi sindiran tajam buruh saat berunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis, 28 Agustus 2025. Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai ketimpangan itu menyakitkan, mengingat buruh hanya menuntut kenaikan upah minimum tahun 2026 sebesar 8,5 persen atau sekitar Rp 200 ribu per bulan.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“DPR saja naikin tunjangan-gaji seenak-enaknya, pakai joget-joget lagi. Di mana hati nuraninya? Buruh turun ke jalan hanya minta Rp 200 ribu naik upah. Tunjangan perumahan mereka Rp 50 juta per bulan, setahun Rp 600 juta. Nyewa di mana Rp 600 juta? Surga, mahal banget,” ujar Iqbal.
Iqbal menegaskan, tuntutan kenaikan upah buruh bukan angka sembarangan. Perhitungan itu sesuai formula resmi yang sudah disepakati bersama pemerintah dan Mahkamah Konstitusi. Putusan MK Nomor 168/2024 menyebut kenaikan upah harus mengacu pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
Berdasarkan data BPS, inflasi periode Oktober 2024–September 2025 tercatat 3,26 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi 5,1–5,2 persen. Ditambah indeks tertentu 1,0 persen, total kenaikan seharusnya 8,46 persen atau dibulatkan 8,5 persen. “Itu hitungan resmi pemerintah sendiri. Apa yang salah?” kata Iqbal.
Dalam aksi ini, buruh membawa enam tuntutan. Selain kenaikan upah dan penghapusan outsourcing, mereka mendesak pembentukan Satgas PHK, reformasi pajak perburuhan, pengesahan RUU Ketenagakerjaan tanpa omnibus law, pengesahan RUU Perampasan Aset, serta revisi RUU Pemilu untuk mendesain ulang sistem Pemilu 2029.
Kabar mengenai gaji anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tembus Rp 3 juta per hari kembali menjadi topik yang ramai diperbincangkan di media sosial. Isu ini pertama kali mencuat setelah anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, memberikan keterangan mengenai pendapatan gaji DPR yang bisa mencapai Rp 100 juta per bulan.
Hasanuddin menjelaskan bahwa jumlah tersebut adalah pendapatan bersih, atau yang biasa disebut sebagai take home pay, yang mengalami kenaikan dibandingkan periode sebelumnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kenaikan ini adalah adanya tunjangan rumah yang digantikan dengan uang tunjangan perumahan sekitar Rp 50 juta.
"Kan, tidak dapat rumah. Dapat rumah itu tambah Rp 50 juta. Jadi take home pay itu lebih dari Rp100 juta. So what gitu loh," kata Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 12 Agustus 2025.