Jakarta, CNBC Indonesia - Insiden pembajakan dan perampokan bersenjata di Selat Malaka dan Singapura hampir meningkat empat kali lipat di tahun ini. Hal ini berdasarkan laporan terbaru dari kelompok pemantau anti-pembajakan, Pusat Berbagi Informasi (ISC) ReCAAP, Senin (25/8/2025).
Dalam enam bulan pertama tahun ini, terdapat 80 insiden pembajakan dan perampokan bersenjata di selat tersebut. Pada periode yang sama tahun lalu, terdapat 21 insiden.
Sebagian besar insiden pembajakan dan perampokan tahun ini terjadi di Kanal Phillip di Selat Singapura, di mana kapal-kapal terpaksa memperlambat laju untuk berlayar di perairan sempit tersebut.
Namun, tidak satu pun dari 2025 insiden di selat tersebut yang diklasifikasikan sebagai Kategori 1, jenis paling serius yang melibatkan senjata api atau penyanderaan. Selain itu, 90% insiden tidak mengakibatkan cedera.
"Sebagian besar pencurian bersifat oportunistik dan non-konfrontatif, dengan awak kapal yang selamat," kata Vijay Chafekar, direktur eksekutif ISC ReCAAP, kepada The Guardian.
Tujuh konfrontasi melibatkan pisau atau senjata replika, dan satu awak kapal mengalami cedera ringan. Kapal pengangkut curah adalah kapal yang paling sering menjadi sasaran (52%), diikuti oleh kapal tanker (24%) dan kapal kontainer (11%).
Para analis memiliki pandangan yang berbeda mengenai penyebab lonjakan tersebut, dengan beberapa di antaranya menduga adanya hubungan antara peningkatan lalu lintas laut yang disebabkan oleh kapal-kapal yang berusaha mengalihkan rute perdagangan Laut Merah, yang semakin terganggu oleh pemberontak Houthi Yaman yang menyerang kapal-kapal komersial.
Asosiasi Pemilik Kapal Asia (ASA), Daniel Ng, mengatakan para pelaku insiden 2025 seringkali merupakan bagian dari kelompok kejahatan terorganisir tingkat rendah yang beroperasi dari pulau-pulau terpencil di Indonesia seperti Kepulauan Riau dan Kepulauan Cula.
Ng mengatakan peningkatan kasus ini dapat dikaitkan dengan para pelaku yang semakin mahir menemukan "celah" untuk melanggar keamanan kapal, memanfaatkan data seluler Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) untuk keuntungan mereka.
"Mereka beroperasi dengan sampan (perahu kayu beralas datar) untuk mendekati kapal, seringkali di malam hari. Mereka naik ke kapal menggunakan tongkat panjang dengan pengait dan tali," tambahnya.
Selat Malaka, perairan sempit namun penting yang terletak di antara Singapura, Malaysia, dan Indonesia, sangat penting bagi perdagangan global. Selat ini berfungsi sebagai koridor maritim krusial antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, melalui Laut China Selatan.
Menurut Biro Riset Asia Nasional, selat ini merupakan "titik rawan" regional dengan sekitar 90.000 kapal dagang dan 60% perdagangan maritim global melintasinya setiap tahun.
(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Alasan Barang Palsu Berserakan di RI-Tas "Coach-Fendi" Dilego Rp50.000