Angkatan Laut Filipina dan India berlayar menuju kawasan Laut China Selatan dalam rangka melaksanakan latihan gabungan perairan yang tengah menjadi sengketa dengan China.
Mengutip Reuters, Senin (4/8), ini merupakan latihan gabungan kesekian kalinya yang dilakukan militer Filipina dalam rangka melawan klaim ekspansif China di perairan tersebut.
Panglima militer Filipina, Romeo Brawner, mengatakan latihan gabungan ini merupakan kegiatan pelayaran bersama selama dua hari--dimulai pada hari Minggu--di dalam zona ekonomi eksklusif Filipina. Ia menyebut kegiatan berlangsung lancar.
"Kami tidak mengalami insiden yang tidak diinginkan, tetapi masih ada yang membayangi kami--seperti yang telah kami perkirakan," kata Brawner kepada wartawan, tanpa menyebut nama China.
Dalam pelayaran gabungan pertama ini, Angkatan Laut India yang mengerahkan kapal perusak berpeluru kendali INS Delhi, kapal tanker INS Shakti, dan korvet INS Kiltan. Sementara dari Filipina ada dua fregat, BRP Miguel Malvar dan BRP Jose Rizal.
Kegiatan ini pun bertepatan dengan keberangkatan Presiden Ferdinand Marcos Jr untuk lawatan lima hari ke India. Ia sempat mengatakan akan berupaya mempererat hubungan maritim dan mengupayakan kerja sama di berbagai sektor, termasuk pertahanan, farmasi, dan pertanian dengan India.
Latihan gabungan dengan militer asing ini merupakan yang kesekian kalinya dilaksanakan Filipina di Laut China Selatan sejak 2023. Selain India, sudah ada Amerika Serikat, Jepang, Australia, Prancis, dan Kanada yang berlatih bersama di perairan tersebut dalam program yang bertajuk 'kegiatan kerja sama maritim'.
Laut China Selatan telah menjadi wilayah sengketa sejak China mengeklaim hampir seluruh area yang tumpang tindih dengan zona maritim Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam, sebagai miliknya.
Jalur perairan tersebut merupakan jalur pelayaran strategis yang menjadi jalur perdagangan tahunan senilai USD 3 triliun.
Pada 2016, putusan pengadilan arbitrase internasional menyatakan bahwa klaim Beijing yang luas tidak memiliki dasar hukum internasional. China menolak putusan itu.
Melalui Kementerian Luar Negeri-nya, China menyatakan dalam sengketa wilayah dan maritim harus diselesaikan antara negara-negara yang terlibat langsung dan tidak boleh ada pihak ketiga yang ikut campur.