
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto berharap Indonesia bisa terbebas dari tarif dagang Amerika Serikat (AS) dalam negosiasi tarif resiprokal yang tenggat waktunya jatuh pada 8-9 Juli 2025. Meski begitu, ia mengakui bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah AS yang memiliki kebijakan tersendiri.
“Ya tentu kita ingin agar tarif resiprokal tidak dikenakan terhadap Indonesia, tapi kan tentu mereka (AS) punya kebijakan sendiri,” kata Airlangga saat ditemui usai acara konferensi pers ALFI Convex 2025, di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (2/7).
Airlangga pun menyampaikan bahwa Indonesia telah mengajukan penawaran kedua atau second offer dalam rangka negosiasi tarif dagang dengan AS. Penawaran tahap kedua tersebut telah diterima oleh US Trade Representative (USTR) dan saat ini sedang dalam tahap evaluasi.
“Second offer ini sudah diterima oleh USTR dan sudah di-review. Untuk Indonesia, tinggal menunggu feedback, apakah masih ada feedback tambahan (dari AS),” sebutnya.
Katanya, saat ini tim Indonesia berada dalam posisi siaga untuk memberikan penjelasan apabila diperlukan. Ia menyampaikan bahwa pemerintah tengah menunggu respons dari AS, yang saat ini masih disibukkan dengan pembahasan anggaran besar.
“Mereka (AS) ikut urusan big budget itu sampai tanggal 4 (Juli), jadi mungkin sesudah itu baru masalah tarif (respirokal),” tambah Airlangga.
Sebelumnya, Airlangga menyatakan bahwa bentuk penawaran kedua yang ditawarkan Indonesia saat ini yaitu peluang investasi bagi AS di sektor critical mineral atau mineral kritis. Skema investasi ini bakal melibatkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara sebagai mitra pengelola.
Mineral kritis tersebut mencakup komoditas seperti tembaga, nikel, dan sejumlah bahan baku utama lainnya yang vital untuk berbagai industri strategis. Mulai dari industri kendaraan listrik (EV), perangkat elektronik, alat-alat pertahanan dan militer, hingga kebutuhan antariksa.
Menurut Airlangga, skema investasi yang ditawarkan bersifat brownfield, dalam arti pada proyek-proyek yang sudah berjalan di Indonesia.
Meski demikian, rincian proyek investasi yang ditawarkan kepada AS masih bersifat tertutup. Kata dia, Pemerintah Indonesia dan pihak otoritas AS tengah membahas detailnya secara internal karena terikat perjanjian non-disclosure agreement (NDA).