
Wakil Presiden RI ke 10 dan 12 Jusuf Kalla buka suara mengenai sengketa Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan dan Pulau Panjang yang menjadi rebutan Aceh dan Sumatera Utara.
Ada beberapa poin yang disinggung JK terkait 4 pulau yang tadinya milik Aceh Singkil menjadi Tapanuli Tengah itu. Berikut kumparan rangkum, Sabtu (14/6):
Singgung Perjanjian Helsinski
JK menyinggung poin 1.1.4 dalam perjanjian Helsinki yang disepakati antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia yang diambil 15 Agustus 2005 lalu.
“Mengenai perbatasan itu, ada di Pasal 1.1.4, mungkin bab 1, ayat 1, titik 4, yang berbunyi perbatasan Aceh, merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956. Jadi, pembicaraan atau kesepakatan Helsinki itu merujuk ke situ,” kata JK dalam konferensi pers di kediamannya di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (13/6).
JK menjelaskan aturan perbatasan itu merujuk pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 mengenai pembentukan daerah otonom Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara yang diteken oleh Presiden RI saat itu, Sukarno.
“Apa itu tahun 1956? Di undang tahun 1956, ada ndang-undang tentang Aceh dan Sumatera Utara oleh Presiden Sukarno,” kata JK.
Ia pun secara tegas menyatakan jika merujuk pada dokumen-dokumen tersebut, maka 4 pulau yang menjadi sengketa secara historis masuk ke wilayah Aceh Singkil.

Sebut Kepmendagri Cacat Formil
JK menyebut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil sebagai bagian dari wilayah Sumut cacat formil.
Hal ini karena keputusan tersebut tidak merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 mengenai pembentukan daerah otonom Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara yang diteken oleh Presiden RI saat itu, Sukarno.
“Jadi kemarin juga saya berdiskusi dengan Pak Mendagri, Pak Tito, mengenai hal ini. Karena ini dirikan dengan Undang-Undang, tidak mungkin, itu tentu tidak bisa dibatalkan atau dipindahkan dengan Kepmen, karena Undang-Undang lebih tinggi daripada Keputusan Menteri,” kata JK.
“Kalau mau mengubah itu dengan Undang-Undang juga,” tuturnya.

Saat ditanya apakah artinya aturan yang sudah dikeluarkan April 2025 lalu cacat formil karena melangkahi aturan yang lebih kuat secara hierarki aturan perundang-undangan, JK membenarkan.
“Iya, sekali lagi anda benar (permendagri cacat formil), bahwa ini Aceh itu termasuk kabupaten-kabupatennya dibentuk dengan Undang-Undang nomor 24 tahun 56,” katanya.
Ia pun juga menyinggung poin 1.1.4 dalam Perjanjian Helsinki yang disepakati antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia yang diambil 15 Agustus 2005 lalu.
Dalam poin itu berbunyi: Perbatasan Aceh, merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956.
“Itulah kenapa MoU ini menyebut Undang-Undang itu, tahunnya. Jadi, benar. Seperti itu,” katanya.
Untuk itu, JK pun meminta pemerintah untuk meninjau lagi aturan ini dengan memahami struktur Undang-Undang,

Tegaskan Pulau Tak Bisa Dikelola Bersama
JK juga enanggapi usulan Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution untuk mengelola sumber daya alam minyak dan gas bersama Pemprov Aceh.
“Oh setahu saya tidak ada pulau atau daerah yang dikelola bersama. Tidak ada, masa dua bupatinya, masa dua? Bayar pajaknya ke mana?” kata JK.
Meskipun, menurut JK, saat ini tidak ada potensi minyak dan gas di 4 pulau tersebut. Ia mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan ini agar tidak semakin runyam.
“Saya yakin ini agar diselesaikan. Agar diselesaikan sebaik-baiknya demi kemaslahatan bersama. Toh tidak ada faktor penting di situ, di situ kan tidak ada minyak, tidak ada gas. Mungkin saja beberapa, lain hari ada, tapi hari ini tidak ada,” katanya.
Meski begitu sengketa 4 pulau ini, menurut JK, bisa membuat rakyat Aceh kehilangan kepercayaan kepada pemerintah pusat. Sehingga harus diselesaikan secepatnya.

Desak Pemerintah Segera Selesaikan
JK meminta pemerintah segera menyelesaikan konflik sengketa 4 pulau tersebut.
Menurut JK, jika pemerintah tidak bersikap segera, dikhawatirkan masalah ini akan semakin serius.
“Jadi bagi Aceh (4 pulau) itu harga diri, kenapa diambil, dan itu juga masalah kepercayaan ke pusat,” kata JK.
“Jadi, saya kira, saya yakin ini agar diselesaikan. Agar diselesaikan sebaik-baiknya demi kemaslahatan bersama. Toh tidak ada faktor penting di situ,” tuturnya.