
SEKITAR 200 ribu warga terpaksa mengungsi setelah banjir besar melanda Provinsi Punjab, Pakistan. Otoritas penyelamat menggunakan perahu untuk mengevakuasi penduduk setelah badan penanggulangan bencana memperingatkan banjir “sangat tinggi” di Sungai Ravi, Sutlej, dan Chenab. Sejumlah distrik bahkan meminta bantuan militer untuk menangani situasi.
Banjir ini terjadi setelah India memperingatkan akan melepaskan air dari bendungan utama di hulu, yang kemudian memperburuk kondisi di Punjab. Sejak Juni, hujan monsun ekstrem telah menewaskan lebih dari 800 orang di seluruh negeri.
Perdana Menteri Shehbaz Sharif menegaskan pemerintah pusat akan bekerja sama penuh dengan pemerintah daerah, khususnya di kota-kota besar seperti Gujarat, Sialkot, dan Lahore. Sialkot mencatat curah hujan tertinggi dalam 49 tahun terakhir hanya dalam waktu 24 jam, membuat rumah, bangunan, dan kendaraan terendam.
Menurut pejabat setempat, lebih dari 32 ribu orang berhasil diselamatkan dengan perahu, termasuk warga yang terjebak bersama ternak mereka. Namun, tidak sedikit yang menolak evakuasi karena khawatir kehilangan harta benda. “Saya sudah berkali-kali dievakuasi. Kami tidak sanggup lagi pindah,” ujar Nadeem Ahmad, warga Kasur, sambil menunjukkan puluhan sapi yang ia pelihara.
Menolak Mengungsi
Banyak warga lain memilih bertahan di rumah, meski dengan risiko tinggi. Di sebuah desa berpenduduk 3.000 orang dekat Lahore, hampir separuh warganya menolak mengungsi.
Kondisi ini kian menambah beban Pakistan, di mana lebih dari 40% penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. “Mereka lebih memilih mempertaruhkan nyawa daripada kehilangan satu-satunya harta yang dimiliki,” tulis laporan BBC.
Sementara itu, di India, hujan deras juga memicu bencana. Pada Selasa, longsor di jalur menuju kuil Hindu Vaishno Devi di Kashmir menewaskan sedikitnya 30 orang. (BBC/Z-2)