
Rifda Irfanaluthfi melakukan wawancara eksklusif bersama kumparan. Ia menceritakan perjalanannya dari awal karier hingga menjadi pesenam Indonesia yang mencetak sejarah pertama kali tampil di Olimpiade. Dia juga menceritakan masa-masa sulitnya ketika harus berkutat dengan cedera.
Rifda Irfanaluthfi menjadi atlet berawal dari sebuah tidak kesengajaan. Sang bunda menyuruhnya untuk menekuni olahraga hanya demi membangkitkan nafsu makan Rifda ketika kecil. Namun, tak disangka, ternyata Rifda punya potensi dan bakat luar biasa.
"Awalnya memang waktu kecil itu sangat aktif banget, mau main mulu, energinya gak habis-habis, sedangkan disuruh makan susah. Jadi, memang nafsu makannya susah, gak kayak nafsu makan anak-anak yang kalau habis main, di mana makannya langsung banyak," kenangnya mengawali wawancara dengan kumparan.
"Akhirnya bunda itu menyalurkan energi Rifda ke olahraga karena memang bunda Rifda ini guru PPKN di sekolah olahragawan Ragunan. Jadi, memang lingkungannya sudah olahraga," lanjut wanita kelahiran 16 Oktober 1999 ini.
Rifda membuka potensinya di cabang olahraga renang. Di sana, ia cukup berprestasi, pernah mengikuti kompetisi hingga skala nasional. Tapi Rifda merasa bosan dengan itu, akhirnya ia mencoba geluti bidang olahraga lainnya, yakni senam. Menurutnya, gerakan-gerakan senam lebih menantang.
"Akhirnya karena bosan, makanya dikenalin ke cabor olahraga lainnya, yaitu ada panjat tebing, loncat indah, senam artistik, senam ritmik, ada balet, jadi saat itu satu waktu bersamaan. Dan dari sekian banyak olahraga yang Rifda lakukan, menurut Rifda saat itu senam artistik gerakannya keren-keren," jelas Rifda.
"Dan alhamdulillah-nya saat tahun 2007, Rifda menang kejuaraan antarklub di Singapura. Di sana alhamdulillah-nya mendapatkan piala juara satu di kategori all around, semua alat, tiga medali emas, dan satu perunggu. Dan dari situ, Rifda merasa kayanya bakat dan potensinya ada di sini," tambahnya mengenang.

Rifda pun mantap memilih karier sebagai atlet senam profesional. Dirinya bercita-cita untuk menjadi pesenam RI pertama yang tampil di Olimpiade. Namun, banyak rintangan di jalannya, Rifda dua kali gagal lolos kualifikasi. Ia sempat putus asa, berpikir untuk mengakhiri karier di tengah jalan.
"Tentu bisa sampai dengan Olimpiade itu sangat panjang dan gak mudah. Rifda coba ikut kualifikasi yang di Glasgow, Skotlandia, untuk Olimpiade Brasil, dan memang karena itu debut Rifda di kejuaraan internasional, belum maksimal, jadi gagal. Lalu, Rifda coba lagi ikut kejuaraan dunia di Stuttgart, Jerman, juga gagal," tuturnya.
"Dari situ membuat Rifda rasanya kaya seperti gak ada harapan lagi (untuk tampil di Olimpiade), hampir ngerasa seperti itu. Bahkan, sudah mau ninggalin gymnastic. Apalagi saat itu Rifda juga sudah punya banyak riwayat cedera. Yang dirasakan Rifda saat itu seperti tidak ada harapan lagi, kayak susah buat gapai itu," imbuhnya.

Namun, dukungan orang tua dan pelatihnya jadi sebuah motivasi tersendiri untuk keluar dari pikiran itu. Terutama, pesan bunda bak penyelamat bagi kariernya.
"Alhamdulillah-nya punya orang tua, pelatih, yang sangat yakin. Padahal, Rifda sendiri aja gak yakin, tapi mereka terus semangati dan memotivasi Rifda. Sampai akhirnya, Rifda punya semangat lagi untuk latihan. Orang tua dan pelatih seperti memberikan sebuah harapan untuk Rifda," kisahnya.
"Yang selalu bikin Rifda keluar dari down itu pesan dari bunda. Dia kayak bilang gini, ‘Bunda yakin sama kamu dek’, kata-kata sederhana tapi sangat berpengaruh. Akhirnya, Rifda mulai ada keyakinan lagi, sampai Rifda bisa comeback. Pada 2023, waktu Kualifikasi Olimpiade Paris, di situ Rifda berhasil lolos ke Olimpiade," tambahnya.
Rifda sukses menjadi pesenam pertama RI yang tampil di turnamen olahraga paling bergengsi di dunia tersebut. Tapi, lagi-lagi perjalanan Rifda tak mudah. Dia tampil di Olimpiade dalam kondisi pascaoperasi meniskus dan ACL putus.
"Memang sangat membingungkan, karena di satu sisi ini cedera parah, harus dioperasi total, tapi ada yang harus diselesaikan. Karena Rifda dan pelatih punya cita-cita masuk Olimpiade. Dan ini kesempatannya, ada di depan mata, yang mungkin gak datang dua kali dan semua orang gak bisa ke sana," ucapnya.
"Dalam satu sisi ingin sembuhin cedera ini lebih cepat. Tapi takut recovery-nya agak lama, jadi nanti gak kekejar Olimpiade-nya. Jadi solusi terbaiknya adalah operasi meniskus aja. Jadi, selama Rifda tampil di Olimpiade itu keadaannya dalam kondisi ACL putus."
"Kalau ngebahas itu kayak masih terasa. Rasanya senang karena cita-cita sudah tercapai. Tapi di satu sisi sedih karena harus mengalami cedera. Padahal, Rifda ingin sekali saat Olimpiade itu menampilkan gerakan yang belum Rifda lakukan sebelumnya," lanjutnya.

Rifda akhirnya pun tampil. Banyak drama di sana. Rifda gelisah sebelum masuk ke arena, punya pikiran gila, tampilkan gerakan ekstrem tak pedulikan cederanya.
"Sebelum tampil itu ada pikiran gila. Mungkin, karena saking takutnya, takut malu-maluin, di mana orang berekspektasi tinggi dengan Rifda yang kemarin cedera tapi masih bisa berprestasi. Sampai akhirnya ada pikiran gila, 'Apa gua bablasin aja ya, mengambil gerakan ekstrem', itu biar keliatan level dunianya," pikirnya kala itu.
"Saking benar-benar deg-degannya sampai ngerasain tekanan. Malu gimana nanti orang-orang lihat Rifda sudah sampai Olimpiade tapi cuma sampai situ? Jadi benar-benar kepala kaya mau meledak. Di satu sisi ngerasa sakit, enggak mau bertanding, tapi harus hadapi ini. Tapi ada pikiran gila juga, mau gerakan double yang membahayakan," lanjutnya.

Rifda pun menyelesaikannya pertandingannya. Dia hanya bisa memainkan satu alat dari 4 alat yang diharuskan.
Rifda berkutat dengan perasaan yang campur aduk usai turun dari arena. Ada kesedihan karena gagal tampilkan yang terbaik, namun ada kebanggaan sebab namanya kini sudah tercatat di dalam sejarah.
"Perasaannya cukup sama, masih campur aduk. Pada saat itu lebih ke sedih, karena semua atlet pasti ingin menampilkan yang terbaik. Jadi, sebisa mungkin menormalisasikan itu, apalagi dengan kondisi yang seperti itu," ungkapnya.
"Tapi di satu sisi lainnya, berkali-kali pelatih menyadarkan Rifda untuk harus bangga dengan pencapaian yang ada di Olimpiade," lanjutnya.

Akhirnya Rifda pulang ke Indonesia. Dia melakukan sera...