
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu buka suara soal rencana pemerintah yang bakal memberlakukan kewajiban bagi platform e-commerce untuk memungut pajak atas pendapatan para pedagang online.
Anggito mengatakan kebijakan tersebut saat ini belum memiliki landasan hukum yang resmi karena masih dalam tahap perumusan oleh pemerintah.
Wakil Menteri dari Sri Mulyani itu belum bisa menjelaskan secara rinci mekanisme kebijakan tersebut karena aturannya memang belum diterbitkan.
“Jadi yang pertama, itu kan kebijakannya belum diterbitkan ya, jadi tunggu dulu ya. Makanya saya belum bisa jawab, karena itu belum dikeluarkan,” ujar Anggito kepada wartawan di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (30/6).
Meski begitu, Anggito menjelaskan tujuan dari kebijakan ini ialah untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan, baik bagi pelaku usaha online maupun offline. Menurutnya, pemerintah ingin memastikan seluruh transaksi yang terjadi di platform e-commerce tercatat dalam sistem perpajakan.
Dilanjut Anggito, saat ini transaksi yang dilakukan secara offline tidak menjadi masalah karena seluruhnya sudah terdokumentasi melalui faktur dan sistem pencatatan yang berlaku. Namun, transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) masih belum tercatat dengan baik dalam sistem perpajakan.
"Kalau non elektronik kan nggak ada masalah ya, semua pakai faktur sebagainya, terdata. Yang PMSE ini kan belum ada datanya. Jadi kita menugaskan kepada platform untuk mendata, siapa saja yang melakukan perdagangan melalui PMSE ini,” jelas Anggito.
Anggito juga menjelaskan rencana kebijakan ini bukanlah hal yang baru. Pemerintah sebelumnya sempat mencoba menerapkan kebijakan serupa pada 2018 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce).
Namun, aturan tersebut kemudian dicabut pada 2019 lewat PMK Nomor 31/PMK.010/2019.
Melalui skema ini, pemerintah memastikan tak akan mengenakan pajak berganda kepada pedagang online yang juga memiliki usaha secara offline.
“Kan kita ingin melakukan dua hal. Satu, pendataan. Yang kedua adalah perlakuan yang sama, yang mirip lah antara yang online sama offline,” imbuhnya.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia tengah memfinalisasi aturan baru yang akan mewajibkan platform e-commerce atau marketplace untuk memotong pajak dari pendapatan para penjual.
Kebijakan ini diambil untuk menyederhanakan administrasi perpajakan serta menciptakan perlakuan yang setara antara pelaku toko online.
“Prinsip utamanya adalah untuk menyederhanakan administrasi pajak dan menciptakan perlakuan yang adil antara pelaku usaha UMKM online dan UMKM offline,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rosmauli kepada wartawan, dikutip Kamis (26/6).
Menurut Rosmauli, saat ini ketentuan tersebut masih dalam tahap penyusunan akhir. Pemerintah akan menyampaikan isi aturan secara terbuka setelah resmi diterbitkan.
“Begitu aturannya resmi diterbitkan, kami akan sampaikan secara terbuka dan lengkap ya,” ujarnya.