
PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump pada Senin (25/8) membantah tuduhan bahwa ia bercita-cita menjadi seorang diktator. Namun, di saat yang sama, ia menyebut bahwa banyak orang justru tampak menginginkan hal tersebut.
“Orang-orang bilang, ‘Dia diktator, dia diktator.’ Tapi banyak juga yang berkata, ‘Mungkin kita ingin seorang diktator.’ Saya tidak suka diktator. Saya bukan diktator,” kata Trump menanggapi kritik lawan politiknya.
Pernyataan itu memicu perdebatan, terutama karena berbagai survei menunjukkan sebagian besar pendukung Trump semakin terbuka pada gagasan presiden dengan kekuasaan nyaris tanpa batas.
Dukungan Publik pada Kekuasaan Ekstra
Sebuah survei University of Massachusetts Amherst tahun lalu menanyakan pandangan publik soal pernyataan Trump, yang mengaku ingin menjadi diktator “hanya untuk sehari”. Meski disebut sebagai lelucon, 74% pemilih Partai Republik mendukung ide tersebut.
Temuan lain menunjukkan kecenderungan serupa. Menurut Pew Research Center, 59% pendukung Partai Republik percaya masalah negara akan lebih mudah diselesaikan jika Trump “tak perlu terlalu mengkhawatirkan Kongres dan pengadilan”. Angka ini melonjak hingga 78% di kalangan pemilih yang sangat mengidentifikasi diri dengan Partai Republik.
Dukungan pada Kekuasaan Tanpa Kontrol
Sejumlah survei lain bahkan mengungkap dukungan lebih ekstrem:
- 44% pemilih Partai Republik setuju pengadilan tidak perlu meninjau kebijakan Trump (CBS/YouGov).
- 28% berpendapat presiden bisa mengabaikan Kongres atau Mahkamah Agung jika dianggap menghambat negara (Axios/PRRI).
- 36% mengaku tidak terganggu jika Trump menangguhkan hukum untuk menyerang lawan politik (Monmouth University).
- 28% menilai negara butuh presiden yang siap melanggar aturan demi “memperbaiki keadaan” (Fox News).
- 24% mengatakan bila Trump kalah Pemilu 2024, ia seharusnya “melakukan apa pun” untuk tetap berkuasa (PRRI).
Data ini menggambarkan sekitar seperempat hingga sepertiga pemilih Partai Republik mendukung ide presiden dengan kekuasaan tak terbatas, bahkan jika itu berarti melanggar hukum dan konstitusi.
Konteks Politik
Fenomena ini menjelaskan mengapa banyak pendukung Partai Republik tidak menentang langkah Trump memperluas kekuasaan. Retorika “banyak orang menginginkan diktator” juga bisa dipahami sebagai upaya Trump melegitimasi manuver politiknya.
Selain itu, wacana pemerintahan otoriter semakin populer di kalangan sayap kanan ekstrem AS. Sejumlah tokoh, termasuk komentator konservatif Tucker Carlson, kerap menyuarakan gagasan bahwa Amerika sedang bergerak menuju model pemerintahan yang lebih keras.
Dengan kondisi ini, pernyataan Trump dinilai bukan sekadar bantahan, melainkan juga sinyal kepada basis pendukungnya bahwa gagasan memperkuat kekuasaan presiden bisa diterima publik. (CNN/Z-2)