Jakarta (ANTARA) - Terdakwa klaster pengelola agen situs judi online (judol) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Muchlis Nasution dan Harry Efendy divonis masing-masing empat tahun delapan bulan penjara oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Menjatuhkan terdakwa Muchlis Nasution dan Harry Efendy dengan pidana penjara masing-masing selama empat tahun dan delapan bulan," kata Hakim Parulian Manik dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa.
Keduanya juga divonis pidana denda masing-masing sebesar Rp250 juta.
Kemudian, dengan ketentuan apabila masing-masing terdakwa tidak dapat membayar sejumlah denda tersebut, maka diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama satu bulan.
"Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh masing-masing para terdakwa tersebut dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," katanya.
Baca juga: Mantan pegawai Kominfo Denden divonis enam tahun pada kasus judol
Dalam kasus judol yang melibatkan oknum pegawai Kominfo (kini Kementerian Komunikasi dan Digital/Komdigi) ini terdapat empat klaster.
Klaster pertama merupakan koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus dan Alwin Jabarti Kiemas.
Kemudian klaster para mantan pegawai Kementerian Kominfo yang menjadi terdakwa, yakni Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin dan Yudha Rahman Setiadi.
Baca juga: Kasus judol, Zulkarnaen Apriliantony divonis tujuh tahun penjara
Selain itu, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N dan Radyka Prima Wicaksana.
Selanjutnya klaster pengelola agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
Kemudian, klaster tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Rajo Emirsyah dan Darmawati.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.