
SKP dapat disusun menggunakan 2 pendekatan, yaitu metode-metode yang memiliki peran penting dalam menentukan kualitas kinerja ASN sebagar pegawai. Dengan memahami perbedaan dan cara penerapannya, akan memudahkan penyusunan SKP secara efektif.
Banyak ASN yang masih bingung kapan harus menggunakan salah satu dari dua pendekatan ini. Padahal keduanya bisa jadi alat penting untuk mencerminkan kontribusi kerja secara lebih tepat.
SKP Dapat Disusun Menggunakan 2 Pendekatan yaitu Kuantitatif dan Kualitatif

SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) adalah instrumen penting dalam sistem manajemen kinerja ASN (Aparatur Sipil Negara). Digunakan untuk merencanakan, mengukur, dan mengevaluasi kinerja individu pegawai dalam suatu instansi pemerintah.
SKP tidak hanya berfungsi sebagai alat administratif, tetapi juga sebagai dasar penilaian profesionalisme, produktivitas, dan akuntabilitas pegawai.
Menurut keterangan di situs www.kemenkopmk.go.id, sesuai dengan Permenko PMK No. 4 Tahun 2021 tentang tunjangan kinerja pegawai di lingkungan Kemenko PMK, SKP merupakan salah satu unsur penilaian kinerja individu dalam pemberian tunjangan kinerja.
Penilaian SKP akan didasarkan pada rencana aksi triwulanan yang disusun secara berjenjang dari menteri sampai ke staf pelaksana. SKP dapat disusun menggunakan 2 pendekatan, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Berikut adalah penjelasannya.
1. Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan kuantitatif lebih menitikberatkan pada aspek pengukuran yang bersifat angka dan data statistik. Pendekatan ini digunakan ketika sasaran kinerja pegawai dapat diukur secara jelas dan objektif menggunakan parameter numerik, seperti jumlah, volume, waktu, atau capaian target tertentu.
Contohnya:
Ukuran keberhasilannya mudah dihitung atau diverifikasi. Ini juga memudahkan proses monitoring dan evaluasi kinerja secara terukur.
2. Pendekatan Kualitatif
Pendekatan kualitatif lebih menekankan pada proses, kualitas, dan dampak dari hasil kerja yang tidak dapat diukur secara angka secara langsung. Pendekatan ini digunakan untuk pekerjaan yang memiliki dimensi kompleks, memerlukan pertimbangan profesional, atau bersifat strategis dan konseptual.
Contohnya:
Penilaian keberhasilan lebih banyak menggunakan indikator deskriptif, naratif, atau berbasis pada umpan balik dari pihak terkait. Jadi, dapat menangkap pencapaian yang tidak bisa direpresentasikan hanya dengan angka.
Dalam praktiknya, penyusunan SKP juga bisa mengombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, tergantung pada jenis tugas dan tanggung jawab pegawai. Kombinasi ini memastikan bahwa penilaian kinerja tidak hanya berbasis pada output numerik, tetapi juga mencerminkan mutu dan nilai strategis dari pekerjaan.
Baca Juga: 4 Hal yang Harus Dilakukan jika SKP Ditolak oleh Atasan
Dengan kata lain, SKP dapat disusun menggunakan 2 pendekatan yaitu kuantitatif dan kualitatif, tergantung pada jenis jabatan dan ruang lingkup pekerjaan tersebut. Penerapan keduanya dapat membantu penyusunan SKP lebih sistematis, adil, dan transparan. (DNR)