Jakarta (ANTARA) - Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi sikap pasar yang mulai memperhitungkan kembali potensi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Hal itu, menurut dia, disebabkan data pekerjaan Nonfarm Payrolls (NFP) Amerika Serikat (AS) jauh di bawah ekspektasi pasar.
“Meskipun Tingkat Pengangguran hampir tidak berubah, pelemahan di pasar tenaga kerja membenarkan sikap Gubernur Fed Michelle Bowman dan Christopher Waller yang mendukung penurunan suku bunga sebesar 25 'basis points' (bps) pada pertemuan The Fed 29-30 Juli lalu,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Mengutip Anadolu, NFP AS tercatat mencapai 73 ribu lapangan kerja pada bulan Juli 2025, jauh di bawah ekspektasi pasar yang sebesar 106 ribu. Adapun penambahan lapangan kerja untuk bulan Juni direvisi turun sebesar 133 ribu menjadi 14 ribu dari 147 ribu.
Untuk tingkat pengangguran, naik tipis menjadi 4,2 persen pada bulan Juli dari 4,1 persen pada Juni, sesuai perkiraan. Jumlah pengangguran sedikit berubah di angka 7,2 juta pada bulan Juli, sementara tingkat partisipasi angkatan kerja berada di angka 62,2 persen.
Selain itu, sentimen juga berasal dari sikap Presiden AS Donald Trump yang menerapkan tarif impor besar-besaran ke negara-negara seperti Kanada, Brasil, India, dan Taiwan. Tarif ini telah meningkatkan kekhawatiran inflasi dan berpotensi mengganggu arus perdagangan global.
Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer mengatakan tarif yang diberlakukan pekan lalu pada sejumlah negara kemungkinan akan tetap berlaku, alih-alih dipotong sebagai bagian dari negosiasi berkelanjutan.
Menurut Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong, data NFP AS yang melemahkan kurs dolar AS mendorong harapan pemangkasan suku bunga Fed sebanyak dua kali pada tahun ini sebesar 100 persen dengan total 50 basis points (bps).
Ekspektasi tiga kali pemangkasan suku bunga dengan total 75 bps juga meningkat dari 46,4 persen menjadi 48,1 persen. Potensi pemotongan tersebut diperkirakan terjadi pada September, Oktober dan Desember.
“Pelemahan besar pada data tenaga kerja ini besar kemungkinan karena kekhawatiran investor akan tarif Trump yang akan berdampak sangat negatif pada perekonomian AS,” kata Lukman.
Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Senin di Jakarta menguat sebesar 112 poin atau 0,68 persen menjadi Rp16.401 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.513 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga menguat ke level Rp16.388 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.494 per dolar AS.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.