
RIBUAN warga Yaman memadati Masjid Al-Shaab di Sanaa pada Senin (1/9) untuk menghadiri pemakaman Perdana Menteri Ahmed Ghaleb Nasser al-Rahawi dan 11 pejabat senior Houthi yang tewas akibat serangan udara Israel pekan lalu.
Dua belas peti mati berbalut bendera dipajang dalam upacara tersebut. Pasukan bersenjata Houthi berjaga ketat di sekitar lokasi.
"Serangan ini bukan hanya kehilangan besar bagi Houthi, tetapi juga guncangan politik di Yaman," kata seorang sumber keamanan Yaman dilansir AFP, Selasa (2/9).
Serangan Udara Paling Mematikan
Al-Rahawi bersama sembilan menteri dan dua pejabat kabinet tewas saat menghadiri rapat pemerintah di Sanaa pada Kamis lalu.
Serangan tersebut dinilai sebagai salah satu operasi paling mematikan yang dilancarkan Israel terhadap kelompok pro-Iran sejak pecahnya perang di Gaza.
Sebelumnya, Amerika Serikat juga melakukan serangkaian serangan udara terhadap target Houthi pada Maret hingga Mei tahun ini.
Penangkapan Staf PBB
Sehari setelah insiden, Houthi menangkap sedikitnya 11 staf PBB di Yaman. Langkah itu langsung memicu kecaman keras dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
"Kami menuntut pembebasan segera semua staf PBB yang ditahan," tegas Guterres.
Ketegangan di Laut Merah
Dalam eskalasi terbaru, Houthi menembakkan rudal ke arah kapal tanker Israel, Scarlet Ray berbendera Liberia pada Minggu (31/8). Rudal tersebut nyaris mengenai sasaran. Badan Operasi Perdagangan Maritim Inggris (UKMTO) mengonfirmasi adanya ledakan keras di dekat kapal tersebut.
Kelompok Houthi, yang merupakan bagian dari poros perlawanan Iran bersama Hamas dan Hizbullah, berjanji akan meningkatkan serangan ke Israel dan jalur perdagangan di Laut Merah sebagai balasan. (I-2)