Pemerintah akan menggali potensi perdagangan karbon pada Konferensi Perubahan Iklim ke-30 (COP30) di Brasil. (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menggali potensi perdagangan karbon pada Konferensi Perubahan Iklim ke-30 (COP30) di Brasil, dengan sejumlah negara telah menunjukkan ketertarikan membeli karbon Indonesia.
“Kita juga akan fokus dengan penjualan, karena ada sesi khusus seller meet buyers, di mana mungkin kita akan menjelaskan dan mendorong agar adanya penjualan karbon di situ,” ujar Wakil Menteri Lingkungan Hidup/Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Diaz Hendropriyono, dalam rapat persiapan delegasi RI di Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Diaz menjelaskan, akan ada pertemuan di Paviliun Indonesia untuk memaparkan potensi perdagangan karbon, baik karbon hayati (nature based) dari sektor kehutanan dan kelautan, maupun dari sektor lain termasuk energi.
Beberapa negara sudah menunjukkan minat, termasuk Norwegia yang menyatakan tertarik membeli karbon sebesar 12 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Namun, skema yang dipertimbangkan bukan sekadar pembelian langsung, melainkan investasi untuk proyek pembangunan berkelanjutan, seperti energi baru terbarukan.
“Norwegia itu nanti bersedia mensubsidi proyek-proyek solar panel yang tidak memiliki economic viability, sehingga proyek itu bisa berjalan,” jelas Diaz.
Selain itu, terdapat potensi kerja sama dengan Korea Selatan untuk kredit karbon dari sektor kelapa sawit serta dengan Jepang untuk Renewable Energy Certificates (RECs). “Korea juga sudah menyatakan minat terkait carbon credit dari POME (Palm Oil Mill Effluent), dari sektor kelapa sawit. Nanti kita akan lihat konvensionalisasinya seperti apa karena kita sudah punya MoU dengan Korea yang akan berakhir pada 2026,” kata Diaz.
Indonesia juga tengah memproses perjanjian Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan salah satu badan standar dan registrasi pasar karbon, Verra, setelah sebelumnya mencapai kesepakatan dengan Gold Standard pada tahun ini.
“Tentunya kita akan dorong perdagangan karbon lebih besar lagi. Artinya, MRA dengan international standard semoga bisa terus kita lakukan,” ujar Diaz Hendropriyono.
sumber : Antara