
Kesehatan reproduksi sebaiknya diajarkan sejak remaja. Hal ini karena pada masa ini remaja mengalami berbagai perubahan fisik dan hormonal yang signifikan, serta mulai memahami identitas seksual dan risiko terkait. Kesehatan reproduksi yang baik akan sangat mempengaruhi kualitas hidup ke depan.
Kepala Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran (FK) Unair Dr Dyah Fauziah, dr., Sp. P.A., Subsp.S.M.(K) · menjelaskan, ada tiga hal yang memengaruhi kesehatan reproduksi. Di antaranya kebersihan atau hygine, adanya tumor baik ganas maupun jinak dan penyakit infeksi dalam hal ini Penyakit Menular Seksual (PMS).
"Menjaga kebersihan area kewanitaan merupakan pengetahuan dasar yang harus dimiliki semua perempuan. Beberapa tipsnya antara lain mencuci tangan sebelum dan sesudah mengganti pembalut. Rutin mengganti pembalut minimal 4 - 6 jam sekali atau setiap penuh. Minum air yang cukup untuk mencegah dehidrasi karena kehilangan cairan saat menstruasi. Serta membuang sampah pembalut dengan wadah tertutup agar darah tidak tercecer," ungkap dr Dyah saat menjadi pemateri edukasi di SMAN 1 Gondang Kabupaten Nganjuk.
“Sebaiknya hindari pembalut dengan aroma karena ini bisa menyebabkan iritasi,” sambungnya.

Selain itu, gaya hidup juga mengambil peran penting. Remaja selayaknya menjaga bentuk tubuh ideal dengan melakukan olahraga rutin, memperbanyak aktivitas fisik dan menjaga pola makan. Ini karena obesitas merupakan faktor risiko dari PCOS, gangguan hormon pada perempuan yang bisa menyebabkan haid tidak lancar, jerawat, tumbuh bulu berlebihan dan infertilitas.
Pemateri lainnya Alphania Rahniayu, dr., Sp.P.A., Subsp. D.H.B(K) menambahkan, remaja juga perlu ditekankan mengenai bahaya PMS. Yakni penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual dan kelalaian dalam menjaga kebersihan.
Beberapa faktor risikonya antara lain
melakukan seks usia muda, sering berganti pasangan seksual, menggunakan jarum suntik dan narkotika dan menggunakan alat cukur bersama.
WHO merekomendasikan untuk melakukan vaksinasi Human Papiloma Virus (HPV) kepada anak-anak dan remaja sebelum aktif secara seksual. Ini ditujukan untuk mencegah risiko penyakit kanker serviks dan kanker lain yang disebabkan HPV.
“Sementara itu, perempuan yang sudah aktif melakukan aktivitas seksual dianjurkan untuk melakukan papsmear setidaknya satu tahun sekali untuk mengetahui kelainan pada serviks mengantisipasi adanya penyakit kanker serviks,” terangnya.
Tak hanya perempuan, laki-laki juga berisiko mengalami kanker yang disebut dengan kanker penis. Kanker ini biasanya disebabkan oleh infeksi virus HPV berisiko high risk. Beberapa faktor risikonya antara lain belum sunat dan sering berganti-ganti pasangan.
“Gejalanya seperti tumbuh masa berdungkul seperti bunga kol, mudah berdarah dan berbau,” tandasnya.