
Kabar mengenai Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang menyatakan bahwa pemerintah tidak beri izin bagi seluruh sumur minyak rakyat untuk beroperasi secara bebas, menjadi salah satu berita populer sepanjang Sabtu (28/6).
Kemudian terdapat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyoroti sejumlah capaian penting Indonesia selama masa kepemimpinannya. Berikut ringkasannya:
Bahlil soal Sumur Rakyat
Menanggapi berbagai pemberitaan yang dinilainya keliru, Bahlil menegaskan hanya sumur rakyat aktif yang dilegalkan. Ia pun menyatakan bahwa pemerintah saat ini hanya memfasilitasi legalisasi sumur-sumur rakyat yang sudah telanjur beroperasi.
Langkah tersebut diambil demi menjaga kelestarian lingkungan sekaligus memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang selama ini menggantungkan penghasilan dari kegiatan pengeboran minyak tradisional.
“Agar lingkungannya kita jaga baik dan mereka juga bisa menjual dengan harga yang baik, maka kita buat regulasinya. Tetapi yang sudah telanjur, bukan semuanya ya,” kata Bahlil kepada wartawan di DPP Partai Golkar, dikutip Minggu (29/6).

Bahlil menegaskan bahwa pemerintah tidak bermaksud membebaskan masyarakat untuk sembarangan membuat sumur baru tanpa aturan. Justru, kebijakan ini difokuskan pada penataan sumur-sumur yang telah beroperasi agar lebih terkelola dengan baik. Ia juga mengimbau masyarakat untuk memahami kebijakan ini secara menyeluruh guna menghindari kesalahpahaman.
Upaya legalisasi dari pemerintah ini tidak hanya bertujuan memberikan kepastian hukum, tetapi juga diharapkan dapat mendorong pencapaian target produksi minyak nasional (lifting) yang selama ini mengalami stagnasi.
Bahlil menyebut pengumuman resmi terkait kebijakan ini akan disampaikan pada 2 Juli 2025.
Ekonomi RI Tembus 6,5 Persen Era SBY
Selama masa kepemimpinan dua periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan yang cenderung stabil. Merujuk pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh sebesar 5,13 persen pada 2004, tahun di mana SBY mulai menjabat pada bulan Oktober, atau menjelang akhir tahun.
Tahun 2005, laju pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 5,6 persen. Tren positif ini terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya, yaitu 5,5 persen pada 2006, 6,3 persen pada 2007, dan 6,1 persen pada 2008.

Kendati demikian, Indonesia turut merasakan dampak krisis finansial global pada 2009. Pelemahan ekonomi global membuat pertumbuhan Indonesia melambat menjadi 4,6 persen, yang menjadi angka pertumbuhan terendah sepanjang masa pemerintahan SBY. Meski demikian, Indonesia tetap mencatat pertumbuhan positif, berbeda dengan sejumlah negara lain yang justru mengalami kontraksi ekonomi saat itu.
Setelah krisis, perekonomian Indonesia berhasil pulih. Pada 2010, laju pertumbuhan mencapai 6,1 persen dan mencapai titik tertinggi di angka 6,5 persen pada tahun 2011. Di tahun-tahun berikutnya, pertumbuhan ekonomi tetap berlanjut meski mengalami sedikit perlambatan, yakni 6,23 persen pada 2012, 5,78 persen di 2013, dan turun menjadi 5,02 persen pada 2014 yang menandai akhir masa jabatan Presiden SBY.
Berdasarkan data tersebut, ekonomi Indonesia tumbuh di atas 6 persen sebanyak 5 kali. Bila ditarik rata-rata secara keseluruhan, dari 2004 hingga 2014 atau total 11 tahun berjalan, maka rata-rata yang didapat adalah 5,71 persen.
Jika dihitung sejak 2005 hingga 2014, rata-rata pertumbuhan ekonomi era SBY mencapai 5,74 persen. Angkanya mendekati 6 persen jika hanya dihitung hingga 2013, yakni 5,84 persen.
“Secara ekonomi, kita memulihkan stabilitas makroekonomi, dengan pertumbuhan PDB rata-rata sekitar 6 persen selama 10 tahun, dan rasio utang publik turun di bawah 25 persen terhadap PDB. Yang lebih penting, kita mencatat kemajuan nyata dalam mengurangi kemiskinan serta meningkatkan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan bagi rakyat kita,” tutur SBY.