
WAKIL Ketua Komisi II DPR, Bahtra Banong mengapresiasi sikap Menteri ATR/BPN Nusron Wahid yang meminta maaf terkait polemik pernyataan soal tanah menganggur bisa disita negara. Menurut Bahtra, Nusron terlalu bersemangat sehingga mengeluarkan pernyataan tersebut.
"Niat baik beliau sangat bagus. Begitu melihat ada kekeliruan yang bisa berpolemik, beliau langsung meminta maaf ke publik," ujar Bahtra melalui keterangannya, Rabu (13/8).
Bahtra mengapresiasi Nusron yang langsung meminta maaf. Ia mengatakan sikap tersebut sejalan dengan arahan Presiden untuk menjaga kondusifitas dan fokus pada kebijakan yang menguntungkan rakyat.
"Kami mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Pak Menteri, secara sadar bahwa beliau ada salah ucap. Terus kemudian langsung meminta maaf ke publik untuk mengakhiri polemik itu," kata Legislator Gerindra itu.
Bahtra mengingatkan para menteri untuk menindaklanjuti arahan Presiden Prabowo Subianto yang tidak membuat gaduh ruang publik.
"Yang diminta oleh Pak Prabowo, jangan membuat gaduh di publik dan jangan membuat kebijakan yang sifatnya tidak pro terhadap masyarakat," jelasnya.
Klarifikasi Nusron Wahid
Sebelumnya, Nusron Wahid memberikan klarifikasi atas pernyataannya soal tanah milik warga yang menganggur atau terlantar selama dua tahun bisa diambil alih negara.
Terhadap pernyataan yang menuai polemik itu, Nusron menyatakan permohonan maaf kepada seluruh warga negara Indonesia.
Pasalnya menurut dia, pernyataan tersebut telah menimbulkan kesalahpahaman di lingkup publik secara luas.
"Saya atas nama Menteri ATR BPN Nusron Wahid menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, kepada publik, kepada netizen atas pernyataan saya beberapa waktu yang lalu yang viral dan menimbulkan polemik di masyarakat dan memicu kesalahpahaman," kata Nusron saat jumpa pers di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan, Selasa (12/8).
Dirinya lantas meluruskan maksud dari kondisi tanah yang sejatinya bisa didayagunakan oleh negara dalam upaya menyukseskan program pemerintahan Prabowo-Gibran.
Kata dia, tanah yang dimaksud adalah tanah yang berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangun (HGB) yang dikelola oleh warga namun terlantar atau terbengkalai selama dua tahun.
Menurut dia, saat ini memang ada jutaan hektare tanah dengan status HGU dan HGB yang kondisinya terlantar, tidak produktif, dan tidak memberikan manfaat secara optimal bagi masyarakat.
"Inilah yang menurut saya dapat kita dayagunakan untuk program-program strategis pemerintah yang berdampak kepada kesejahteraan rakyat," kata dia.
"Baik dari reforma agraria, pertanian rakyat, ketahanan pangan, perumahan murah, hingga penyediaan lahan bagi kepentingan umum seperti sekolah rakyat, puskesmas, dan sebagainya," sambung Nusron.
Dengan begitu, Nusron memastikan kalau tanah warga yang berstatus atau sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Pakai, hingga tanah berstatus hak waris tidak termasuk dalam kategori tersebut.
"Jadi ini semata-mata menyasar lahan yang statusnya HGU dan HGB yang luasnya jutaan hektare, tapi dianggurkan, tidak dimanfaatkan, dan tidak produktif. Bukan menyasar tanah rakyat, sawah rakyat, pekarangan rakyat, atau tanah waris, apalagi yang sudah mempunyai status sertifikat hak milik maupun hak pakai," kata dia. (M-3)