
PENELITIAN terbaru berhasil mengungkap faktor utama di balik terjadinya pelepasan listrik berbahaya pada satelit. Temuan ini didasarkan pada data yang diperoleh dari Satelit Program Uji Ruang Angkasa Departemen Pertahanan AS 6 (STP-Sat6), yang berada di orbit geostasioner.
Analisis menunjukkan frekuensi pelepasan listrik pada wahana antariksa memiliki hubungan langsung dengan jumlah elektron di lingkungan sekitarnya. Informasi ini dinilai sangat penting untuk mengembangkan strategi perlindungan terhadap perangkat elektronik di luar angkasa.
Fenomena yang dikenal sebagai spacecraft environmental discharge (SED) ini merupakan gangguan listrik sementara yang dapat merusak sistem elektronik sensitif maupun perangkat komunikasi satelit. Meskipun para ilmuwan telah lama mengetahui keberadaan SED, hubungan antara elektron lingkungan ruang angkasa dan kejadian pelepasan listrik tersebut baru mulai dipahami secara lebih mendalam.
Menurut Dr. Amitabh Nag dari Los Alamos National Laboratory, untuk menelusuri kaitan tersebut diperlukan dua instrumen khusus pada satu wahana Antariksa, yaitu sensor yang mengukur jumlah serta aktivitas elektron, dan sensor lain yang mendeteksi sinyal frekuensi radio. STP-Sat6 menjadi wahana yang ideal karena dilengkapi dengan kedua sensor ini, sehingga memungkinkan peneliti menganalisis aktivitas partikel elektron sekaligus gangguan radio yang ditimbulkan oleh pelepasan listrik.
Perbedaan Muatan Listrik
SED pada dasarnya terjadi akibat perbedaan muatan listrik di permukaan satelit, yang disebabkan oleh penumpukan elektron. Mekanismenya serupa dengan listrik statis di Bumi, ketika energi terakumulasi, misalnya saat seseorang berjalan di atas karpet, dan kemudian dilepaskan dalam bentuk percikan kecil ketika menyentuh logam. Di ruang angkasa, akumulasi energi yang cukup besar pada permukaan satelit dapat memicu pelepasan listrik begitu ambang tegangan kritis tercapai.
Penelitian lebih dari setahun oleh STP-Sat6 menunjukkan adanya 270 lebih peristiwa SED berkecepatan tinggi serta ratusan episode peningkatan aktivitas elektron. Menariknya, sekitar tiga perempat dari kasus tersebut memperlihatkan pola bahwa lonjakan aktivitas elektron mendahului peristiwa SED, dengan jeda waktu antara 24 menit hingga 45 menit.
Elekrton Berenergi Rendah
Temuan ini menandakan akumulasi muatan terutama dipicu elektron berenergi rendah, yang secara bertahap menyiapkan kondisi satelit menuju pelepasan listrik. Dr. Nag menjelaskan bahwa peningkatan elektron dalam kisaran energi 7,9 hingga 12,2 keV berperan penting dalam proses penumpukan muatan hingga akhirnya mencapai titik kritis.
Yang lebih signifikan, jeda waktu antara peningkatan elektron dan terjadinya pelepasan listrik membuka peluang untuk sistem peringatan dini. Pemantauan real-time terhadap elektron berenergi rendah di masa depan berpotensi digunakan sebagai alat prediksi, sehingga operator dapat mengambil langkah mitigasi sebelum SED memengaruhi operasional satelit.
Dengan demikian, temuan ini bukan hanya memperdalam pemahaman tentang mekanisme SED, tetapi juga memberi arah baru bagi pengembangan teknologi perlindungan satelit di orbit. (sci.news/Z-2)