Donald Trump pada Senin (4/8/2025) lalu membatalkan kebijakan yang mewajibkan kota dan negara bagian di Amerika Serikat menolak boikot terhadap perusahaan Israel, sebagai syarat menerima dana bantuan bencana.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Presiden Donald Trump pada Senin (4/8/2025) lalu membatalkan kebijakan yang mewajibkan kota dan negara bagian di Amerika Serikat menolak boikot terhadap perusahaan Israel, sebagai syarat menerima dana bantuan bencana. Pernyataan tersebut juga telah dihapus dari situs resmi Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) AS.
Sebelumnya, DHS menyatakan negara bagian harus menyatakan tidak akan memutuskan “hubungan komersial secara khusus dengan perusahaan Israel”, demi memenuhi syarat menerima pendanaan. Namun, ketentuan itu kini telah dihapus.
Menurut laporan Reuters, kebijakan tersebut berdampak pada dana sedikitnya 1,9 miliar dolar AS (sekitar Rp 30 triliun) yang digunakan negara bagian untuk berbagai kebutuhan, seperti peralatan pencarian dan penyelamatan, gaji manajer darurat, serta sistem cadangan listrik. Informasi ini diperoleh dari 11 pemberitahuan hibah yang ditinjau Reuters.
Langkah ini menandai perubahan sikap pemerintahan Trump, yang sebelumnya berupaya menghukum institusi yang tidak sejalan dengan pandangannya mengenai Israel atau antisemitisme.
Kebijakan pendanaan bencana tersebut sempat menargetkan gerakan Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS), yang bertujuan memberikan tekanan ekonomi kepada Israel agar mengakhiri pendudukannya di wilayah Palestina. Dukungan terhadap kampanye BDS meningkat pada 2023, setelah serangan Hamas ke wilayah selatan Israel dan invasi Israel ke Gaza sebagai respons.
“Dana hibah FEMA tetap diatur oleh hukum dan kebijakan yang berlaku, bukan oleh ujian politik,” kata juru bicara DHS, Tricia McLaughlin, dalam pernyataannya pada Senin sore.
DHS merupakan lembaga yang mengawasi Federal Emergency Management Agency (FEMA). Dalam pemberitahuan hibah yang dipublikasikan pada Jumat (1/8/2025), FEMA menyatakan negara bagian harus mematuhi “syarat dan ketentuan” untuk memenuhi syarat pendanaan persiapan bencana.
Syarat tersebut sebelumnya mencakup larangan mendukung apa yang disebut sebagai “boikot diskriminatif yang dilarang,” yaitu penolakan untuk berurusan dengan “perusahaan yang berbisnis di atau dengan Israel.” Namun, versi terbaru dari syarat tersebut yang dipublikasikan pada Senin tidak lagi memuat bahasa tersebut.