Massa pendemo menggeruduk kantor Bupati Pati Sudewo sejak Rabu (13/8) pagi. Mereka menabuh genderang protes karena persoalan pajak yang dinaikkan hingga 250 persen.
Demo tersebut diprakarsai Aliansi Masyarakat Pati Bersatu.
Demo berlangsung panas dan ricuh. Massa saling dorong, aparat juga sempat menembakkan gas air mata.
Suasana semakin panas saat Sudewo menemui massa. Ia langsung dihujani lemparan air mineral kemasan hingga sandal.
Situasi ini menjadi sorotan nasional. Narasi rakyat melawan karena pajak naik menggema.
Lantas, bagaimana sebenarnya gambaran kondisi Pati dan seberapa penting ia di kancah sejarah dan perpolitikan nasional?
Dikutip dari berbagai sumber, Rabu (13/8), pada masa kolonial Belanda, Pati bukan sebuah Kabupaten yang dengan administratif langsung bertempat di bawah Provinsi, melainkan pada masa itu masih berada di lingkup wilayah Karesidenan.
Karesidenan Pati atau disebut juga Muria Raya merupakan suatu hasil dari pembagian administratif yang sudah ada di Jawa Tengah, Hindia, Belanda, kemudian Indonesia yang bertempat di Kota Pati sebagai Pusat Pemerintahannya.
Karesidenan Pati ini memiliki enam kabupaten dari yang ada di Jawa Tengah. Yang termasuk wilayah ini meliputi:
Berjarak 232 km dari Surabaya dan 84 km dari Semarang, Karesidenan Pati memiliki aksesibilitas yang baik ke wilayah lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Wilayah ini dikenal sebagai penghasil rokok (Kudus) dan ukiran (Jepara) yang memiliki nilai ekonomi tinggi pada masa itu. Lokasi Karesidenan Pati yang strategis juga menjadikannya jalur perdagangan penting, terutama dengan adanya Pati Hotel yang didirikan oleh pedagang rempah-rempah.
Karesidenan Pati memiliki posisi strategis dalam kontribusi politik nasional karena beberapa faktor. Pertama, Pati merupakan daerah dengan basis massa yang cukup besar, sehingga memiliki potensi besar dalam menentukan hasil pemilu.
Kedua, Pati juga dikenal sebagai daerah yang sejarahnya memiliki tokoh-tokoh politik yang cukup berpengaruh di tingkat regional maupun nasional. Gerakan-gerakan tercipta dalam menentang penguasa.
Salah satu yang paling terkenal adalah Gerakan Samin pada abad ke-19.
Gerakan Samin merupakan satu gerakan yang pada awalnya adalah suatu bentuk penentangan bagi melawan kuasa kolonial Belanda yang dilihat telah banyak menindas masyarakat. Terutamanya dengan kenaikan pajak yang tinggi.
Kebangkitan masyarakat pada ketika ini didorong oleh semangat yang ditanam dalam diri masyarakat bertunjangkan pegangan agama Adam yang dianut oleh masyarakat Samin. Pelopor gerakan Samin, yang juga merupakan penggas kepada agama Adam yaitu Surontiko Samin atau nama asalnya ialah Raden Kohar.