REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih tumbuh lemah. Hingga Juli 2025, pertumbuhan kredit UMKM hanya tercatat 1,82 persen secara tahunan (year on year/yoy), jauh di bawah pertumbuhan kredit korporasi yang mencapai 9,59 persen.
“Per Juli 2025, kredit tumbuh sebesar 7,63 persen yoy, dari sebelumnya 7,77 persen, dengan total mencapai Rp 8.043,2 triliun. Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh 9,59 persen, sementara kredit UMKM hanya 1,82 persen, di tengah upaya perbankan yang berfokus pada pemulihan kualitas kredit UMKM,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulan Agustus 2025 yang digelar secara daring, Kamis (4/9/2025).
Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit perbankan tercatat 7,63 persen yoy, lebih rendah dibandingkan Juni 2025 sebesar 7,77 persen. Kredit investasi menjadi pendorong utama dengan kenaikan 12,42 persen. Kredit konsumsi naik 8,11 persen, sementara kredit modal kerja hanya tumbuh 3,08 persen yoy.
Risiko kredit masih terkendali. Rasio kredit bermasalah (gross NPL) tercatat 2,28 persen dan net NPL sebesar 0,86 persen. Adapun Loan at Risk (LAR) relatif stabil di 9,68 persen, sebanding dengan kondisi sebelum pandemi.
OJK menilai ketahanan perbankan tetap solid dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tinggi di 25,88 persen, menjadi bantalan untuk menghadapi ketidakpastian global.
Meski demikian, OJK menyoroti perlunya dorongan lebih besar agar UMKM mendapatkan pembiayaan yang lebih mudah. Dalam waktu dekat, OJK menyiapkan aturan yang memungkinkan bank memberikan skema khusus pembiayaan UMKM, termasuk opsi restrukturisasi bagi debitur terdampak.
“Dalam upaya mendorong kemudahan akses pembiayaan bagi sektor UMKM, OJK dalam waktu dekat akan menerbitkan ketentuan yang memungkinkan lembaga jasa keuangan memberikan kebijakan dan skema khusus dalam produk pembiayaan UMKM,” tegas Dian.
Menurutnya, relaksasi kredit tetap harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen agar tidak menimbulkan risiko baru di sektor keuangan.