
Anggota Komisi I DPR RI, Nurul Arifin, menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap maraknya kasus penipuan kerja yang menjerat ribuan warga negara Indonesia (WNI) di Kamboja.
Saat rapat Komisi I dengan Menteri Luar Negeri Sugiono, Ia mempertanyakan upaya dalam mencegah agar WNI tidak terjebak bekerja di perusahaan-perusahaan penipuan daring (online scam) di kawasan Asia Tenggara.
“Pak ini yang penipuan kerja warga negara Indonesia di Kamboja, Pak ini kan sangat memprihatinkan. Dan terjadinya di kalangan anak-anak muda yang bukan yang tidak berpendidikan, tapi berpendidikan,” kata Nurul dalam rapat bersama Kemenlu, Senin (30/6).
“Tapi rasa-rasanya kok mereka bisa ketipu dan kejeblos jadi scammer admin untuk judi online dan lain sebagainya, yang intinya kayaknya kok kita careless, sehingga membuat warga negara sendiri itu masuk ke dalam perangkap di Kamboja, perbatasan Myanmar, dan lain sebagainya,"Nurul Arifin
Nurul Arifin meminta Sugiono menyampaikan apa saja langkah dan terobosan yang sudah dilakukan agar hal ini tidak terus menerus terjadi.
Menanggapi hal itu, Menteri Luar Negeri Sugiono menjelaskan, Kemenlu telah melakukan sejumlah langkah perlindungan dan pemulangan terhadap WNI korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) maupun penipuan kerja. Namun ia mengakui, tidak semua WNI yang terlibat dalam kasus tersebut benar-benar menjadi korban.
“Saya kira ini templatenya sama ya, antara yang kemarin di Myanmar dan kemudian di Kamboja bahwa tidak semuanya merupakan korban TPPO,” ujar Sugiono.

Ia menyebut, sebagian besar WNI yang terjebak bekerja di luar negeri terlibat dalam praktik penipuan daring. Bahkan tidak hanya sekali tapi berkali- kali.
Ia pun memaparkan, dari 7.600 kasus yang tercatat sepanjang 2021–2025, sekitar 4.300 di antaranya terjadi di Kamboja dan 1.300 di Myanmar,
“Kemudian dari jumlah tersebut, 1.508 kasus itu urusannya dengan TPPO, dan ada fenomena juga dari yang kami temukan ada yang repeated offender. Jadi udah dipulangin tapi kemudian terjerumus lagi ke sindikat ataupun ke scam yang sama,” katanya.
Sugiono menegaskan, persoalan ini harus ditangani secara menyeluruh, mulai dari sosialisasi di dalam negeri hingga pendampingan saat mereka tiba di luar negeri.
“Apa yang harus dilakukan adalah pemberian penyuluhan ataupun sosialisasi mengenai apa yang seharusnya dilakukan dalam rangka mengisi lowongan pekerjaan yang ada di luar negeri. Kemudian harus dicek semua track record-nya seperti apa,” katanya.
Namun, Sugiono mengakui adanya tantangan besar dalam pendataan WNI, terutama mereka yang bekerja secara tidak terdokumentasi di wilayah abu-abu atau bahkan ilegal.
“Memang sebetulnya tidak ada excuse untuk bisa mendata dan mencari semuanya dan mendaftar semuanya. Namun dengan berbagai keterbatasan kami ya melakukan itu juga lah, melakukan pendataan,” tutupnya.