Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Merah Putih Stratejik Institut (MPSI) Noor Azhari menyerukan agar dinamika penyampaian aspirasi di ruang publik tetap berjalan dalam koridor damai dan konstruktif.
Dia mengingatkan demokrasi akan kehilangan maknanya bila dicederai dengan tindakan anarkis yang merusak fasilitas publik.
“Kita apresiasi setiap aksi demonstrasi yang dilakukan dengan tertib dan damai. Itu merupakan hak konstitusional warga negara. Namun jangan sampai aksi yang semula baik justru diprovokasi hingga berujung pada anarkisme, karena itu bukan hanya merugikan rakyat, tetapi juga mencederai semangat demokrasi yang kita junjung," kata Noor Azhari dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Menurut dia, bangsa Indonesia saat ini berada di tengah pusaran konstelasi global yang sarat dengan kepentingan strategis.
Posisi geografis yang sangat penting serta melimpahnya sumber daya alam Indonesia menjadikan negeri ini sebagai incaran banyak kekuatan asing.
"Kita harus sadar, Indonesia bukan negara biasa. Kita berada di jantung jalur perdagangan dunia, memiliki sumber daya alam yang luar biasa. Kondisi ini menjadikan kita sebagai sasaran kepentingan negara-negara besar. Jangan sampai kelemahan internal kita, termasuk kekisruhan politik di dalam negeri, dimanfaatkan oleh pihak asing untuk melemahkan kedaulatan bangsa," papar Noor.
Baca juga: CCTV hingga isi "vending machine" MRT dijarah saat demonstrasi
Dia menegaskan upaya pelemahan Indonesia dapat terjadi tidak hanya melalui ekonomi, politik, dan militer, tetapi juga dengan mendorong instabilitas sosial.
Aksi massa yang berubah menjadi kerusuhan, seperti yang terjadi di beberapa daerah, termasuk Jakarta, kata dia, justru membuka peluang bagi kekuatan eksternal untuk masuk dan mengambil keuntungan.
“Kalau fasilitas publik kita rusak, yang rugi adalah rakyat sendiri. Kalau stabilitas terganggu, investor lari, ekonomi jatuh, akhirnya yang paling menderita adalah masyarakat kecil. Karena itu, kita harus menjaga energi bangsa untuk pembangunan, bukan menghancurkan rumah kita sendiri," ujar Noor.
Dia pun mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya generasi muda, agar cerdas dalam menyuarakan aspirasi. Perbedaan pendapat harus ditempatkan dalam bingkai demokrasi yang sehat, bukan dijadikan alasan untuk merusak dan memecah bangsa.
"Jangan mau diprovokasi, jangan mau dijadikan alat oleh kepentingan asing. Mari kita rawat Indonesia dengan kedamaian. Suara kita penting, tapi harus disampaikan dengan cara yang bermartabat," imbau Noor.
Baca juga: Total tujuh halte Transjakarta dibakar saat demonstrasi
Sebelumnya, gelombang unjuk rasa terjadi di sejumlah lokasi di Jakarta, termasuk di depan gerbang utama DPR.
Namun pada Kamis (28/8) malam, Affan Kurniawan (21), seorang pengemudi ojek daring, meninggal dunia akibat dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob di tengah kericuhan antara demonstran dan petugas kepolisian di Jalan Pejompongan, Jakarta Pusat.
Kericuhan di Pejompongan itu terjadi setelah berbagai elemen masyarakat yang menggelar unjuk rasa di sekitar kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, dipukul mundur oleh polisi.
Kericuhan terus meluas dan terjadi hingga Minggu (31/8) dini hari di sekitar kompleks parlemen di Senayan, Mako Brimob di Kwitang (Senen), hingga Tanjung Priok.
Selain itu, rumah milik sejumlah anggota DPR, yakni Ahmad Sahroni, Eko Patrio dan Uya Kuya serta rumah milik Menteri Keuangan Sri Mulyani turut dijarah oleh oknum tak bertanggung jawab.
Baca juga: Rumah Eko Patrio dijarah massa pascademonstrasi di Jakarta
Baca juga: Kediaman Menkeu di Bintaro dijarah, ini kesaksian warga
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.