Peluncuran rumah tapak pada semester I 2025 tercatat menurun 49 persen atau hanya 6.000 unit, dan jauh di bawah capaian semester II 2024 sebesar 7.000 unit.
Penurunan pasokan ini turut memengaruhi jumlah penjualan. Permintaan pada semester I 2025 tercatat sekitar 4.000 unit, lebih rendah dibandingkan 6.800 unit pada semester I 2024 dan 6.500 unit pada semester II 2024.
Head of Research JLL Indonesia, Yunus Karim, menilai penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya berakhirnya insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100 persen pada Juni 2025, yang kemudian diperpanjang kembali pada Juli 2025.
Yunus menilai, adanya jeda kebijakan membuat pengembang lebih berhati-hati memantau pergerakan pasar, sehingga jumlah proyek baru yang diluncurkan menjadi lebih terbatas dibandingkan semester pertama 2024. Meski begitu, permintaan dinilai tetap kuat.
“Kita lihat (peluncuran) ada 3.000 unit, tetapi demand yang terjadi 4.000 (unit). Akhirnya memang ada penjualan terhadap produk-produk yang sebelumnya. Tapi kita lihat berarti dengan peluncuran yang terbatas ini demand juga masih cukup kelihatan,” jelas Yunus dalam Media Briefing di kantor JLL Indonesia, Jakarta Selatan, Rabu (13/8).
Yunus menyatakan aktivitas pengembangan juga masih terlihat, antara lain melalui peluncuran kawasan berskala besar lebih dari 1.000 hektare di Tangerang. Menurutnya ini mencerminkan keyakinan pelaku industri terhadap prospek sektor ini.
Selain itu, mulai terlihat tren minat terhadap sertifikasi bangunan hijau pada perumahan tapak, meskipun lokasi dan keterjangkauan masih menjadi faktor utama bagi pembeli.
Kemudian sisi segmentasi, terjadi pergerakan di segmen harga Rp 1,3 miliar hingga Rp 2 miliar yang kini menyumbang sekitar 25 persen pasar properti. Segmen menengah hingga menengah atas ini dinilai lebih stabil dan tetap aktif dalam memilih produk perumahan.
“Jadi kita lihat memang untuk kelas segmen yang menengah dan menengah ke atas itu cenderung bisa lebih stabil dan tetap kita bisa bilang melakukan pemilihan perumahan,” tambah Yunus.
Meski terjadi perlambatan, tingkat penyerapan dinilai masih sehat karena sebagian besar pembeli merupakan end-user.
Insentif hanya untuk Rumah Jadi
Yunus juga menyampaikan perlambatan peluncuran rumah tapak pada 2025 juga disebabkan oleh syarat insentif yang hanya berlaku bagi rumah yang sudah atau hampir selesai dibangun. Kondisi ini mendorong pengembang untuk fokus pada stok siap huni agar pembeli dapat memanfaatkan insentif penuh.
Ia menilai, produk baru yang diperkirakan selesai pada paruh kedua 2025 awalnya hanya akan mendapatkan insentif 50 persen, sehingga kurang menarik bagi pasar. Kemudian ketika pemerintah kembali memutuskan memperpanjang insentif 100 persen mulai ...