Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Arifatul Choiri Fauzi menekankan pentingnya pengawasan orang tua terkait maraknya anak-anak yang memainkan permainan Roblox.
“Ini kan harus ada pengawasan dari orang tua juga ya, jadi pola asuh dalam keluarga harus diperhatikan,” kata Arifatul usai acara Pembukaan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) UI di Gedung Balairung Kampus UI, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, Selasa.
Ia menilai jenis pola asuh anak sangat penting dalam sebuah keluarga.
Baca juga: Tinjau CKG Sekolah, Mendikdasmen ingatkan bahaya Roblox bagi murid
Di masa kini, lanjutnya, orang tua harus mampu mengawasi anak-anak dalam menggunakan gawai.
Arifatul mengatakan pihaknya selalu melakukan sosialisasi terkait pentingnya pengawasan penggunaan gadget pada anak kepada keluarga.
Dari sosialisasi yang berkelanjutan, ia berharap dapat membangun pola asuh yang tidak hanya berfokus pada penggunaan gadget.
"Setiap saya turun ke daerah, pasti kita akan mengingatkan untuk keluarga agar bisa membangun pola asuh dalam keluarga yang tidak berfokus pada gadget," katanya.
Sebelumnya, pada Senin (4/8), Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti mengingatkan bahaya permainan Roblox bagi murid saat meninjau pelaksanaan Cek Kesehatan Gratis (CKG) Sekolah di SDN Cideng 2, Jakarta Pusat.
Mu'ti melarang para murid untuk bermain Roblox, karena permainan tersebut menampilkan banyak adegan kekerasan.
“Kalau main HP tidak boleh menonton kekerasan, yang di situ ada berantemnya, di situ ada kata-kata yang jelek-jelek, jangan nonton yang tidak berguna ya. Nah yang main blok-blok (Roblox) tadi itu jangan main yang itu ya, karena itu tidak baik ya,” kata Mendikdasmen Mu'ti saat membuka Kick-off Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) Sekolah.
Baca juga: Polisi selidiki akun "Roblox" anak Pamen TNI AU tewas di Lanud Halim
Baca juga: Roblox mudahkan kreator pakai aset dari Sega hingga Netflix
Ia menilai tingkat intelektualitas para murid jenjang pendidikan SD belum sepenuhnya mampu membedakan mana adegan nyata dan rekayasa.
Sementara di sisi yang lain, lanjutnya, anak-anak pada usia SD merupakan peniru ulung yang tanpa ragu dapat menirukan berbagai tindakan yang mereka lihat saat memainkan gim daring atau menonton konten digital.
Guna menghindari hal itu, lanjutnya, anak-anak harus memiliki panduan serta literasi digital sedini mungkin, sehingga meminimalisasi akses terhadap informasi atau permainan yang mengandung kekerasan.
Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.