
MENTERI Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (Pemda) segera melakukan perbaikan fasilitas publik yang rusak akibat aksi demo anarkistis yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia sejak 25 Agustus 2025.
Tito menegaskan, fasilitas umum yang dibiarkan rusak terlalu lama bisa menimbulkan trauma psikologis bagi masyarakat, terutama yang terdampak langsung oleh kerusuhan.
“Jangan dibiarkan (fasilitas yang rusak) karena itu akan membuat trauma publik. Jadi segera dilakukan perbaikan dan kalau yang memerlukan waktu yang lama, tutup (areanya),” kata Tito di Jakarta seperti dikutip Antara, Selasa (2/9).
Tito menjelaskan, anggaran perbaikan bisa diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun, apabila kemampuan fiskal daerah terbatas, perbaikan bisa dibiayai lewat mekanisme hibah, baik dari pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota lain yang memiliki anggaran lebih kuat.
“Kalau nanti APBD-nya kesulitan, ya bisa melalui mekanisme hibah. Misalnya hibah dari pemerintah provinsi, dari kabupaten lain yang lebih mampu anggaran fiskalnya kuat,” ujarnya.
Pemerintah pusat, kata Tito, juga membuka kemungkinan untuk membantu pendanaan perbaikan, khususnya untuk daerah yang terdampak parah. Saat ini, proses pemetaan dan penghitungan kerugian nasional akibat kerusuhan demo masih berlangsung
“Kita belum menghitung secara nasional. Belum. Sedang dalam proses penghitungan,” ujarnya.
Sejak 25 Agustus 2025, Kemendagri mencatat ada 107 aksi demo di Indonesia yang terjadi sejak 25 Agustus 2025 hingga saat ini. Aksi demo ini tersebar di 32 provinsi dan meliputi berbagai bentuk demonstrasi, dari yang damai hingga yang berujung kerusuhan dan pembakaran fasilitas umum.
Beberapa di antaranya menyebabkan kerugian besar, bahkan hingga korban jiwa.
Selain perbaikan fisik, Mendagri juga meminta seluruh Pemda untuk segera menggelar rapat koordinasi bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) guna membahas situasi keamanan dan sosial terkini.
Pemda juga diminta membangun komunikasi dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan akademisi, serta menginisiasi kegiatan sosial yang menciptakan kedamaian. Salah satunya adalah dengan menggelar doa bersama lintas elemen masyarakat untuk meredakan ketegangan sosial. (P-4)