Budi mengatakan, barang-barang ini ditemukan setelah dilakukan pengawasan sepanjang Januari-Juli 2025 melalui kawasan pabean post-border.
Pengawasan tersebut dilakukan oleh Kemendag bersama kementerian dan lembaga terkait salah satunya Balai Pengawasan Tertib Niaga (BPTN) di empat daerah yaitu di Surabaya, Makassar, Medan, Bekasi.
Produk atau barang-barang tersebut meliputi ban, bahan baku plastik, kosmetik dan perbekalan rumah tangga, produk makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen kesehatan plastik hilir.
Kemudian produk kehutanan, produk hewan, bahan kimia tertentu, keramik, produk elektronik, kaca lembaran produk tertentu seperti barang tekstil dan Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP).
“Barang-barang atau yang diimpor secara ilegal ini kebanyakan dari China, Prancis, Vietnam, Arab Saudi, Korea Selatan, dan Malaysia. Dengan total nilai pabeanan senilai kurang lebih Rp 26,4 miliar,” tutur Budi di Kantor Kemendag, Jakarta, Rabu (6/8).
Lebih lanjut Budi menjelaskan, Kemendag bersama dengan sederet lembaga terkait melakukan pengawasan terhadap 5.766 dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
Hasilnya, pertama sebanyak 5.449 PIB dari 1.424 pelaku usaha telah sesuai dengan ketentuan berdasarkan pemeriksaan kesesuaian dalam sistem e-reporting.
Kemudian sebanyak 317 PIB dari 147 pelaku usaha dilanjutkan dengan proses pengawasan di lapangan. Hasilnya, 118 PIB atau 52 pelaku usaha tidak memenuhi ketentuan dan 199 PIB atau 95 pelaku usaha sudah sesuai dengan ketentuan.
Budi membeberkan jenis-jenis pelanggaran yang dilakukan meliputi barang tidak dilengkapi dokumen persetujuan impor, laporan surveyor juga izin tipe UTTP atau tidak dilengkapi nomor pendaftaran barang atau NPB untuk produk wajib SNI.
“Terhadap pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran telah diberikan sanksi berupa surat peringatan terhadap 14 pelaku usaha, surat perintah penarikan barang dan pemusnahan barang terhadap 18 pelaku usaha, (dan) penghentian sementara akses kepabeanan terhadap 2 pelaku usaha,” jelasnya.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan.
Budi mengingatkan pelaku usaha untuk tidak melakukan impor ilegal, sebab bisa mengganggu kinerja industri dalam negeri. “Yang kedua, juga sangat mengganggu konsumen Jadi perlindungan konsumen menjadi hilang Karena beberapa produk yang dikirim ini tidak sesuai dengan standar SNI,” tutup Budi.