
Ratusan restoran di Singapura gulung tikar tiap bulannya, berdasarkan data pemerintah. Terbaru, 1880 Private Club di Singapura mengumumkan penutupan secara mendadak pada 17 Juni usai perusahaan induk dilikuidasi sementara. Penutupan ini mengakhiri usaha 1880 Private Club telah berdiri dan beroperasi selama hampir 8 tahun terakhir.
Mengutip Straits Times, para anggota mendapatkan pesan penutupan melalui email dan WhatsApp pada Jumat (17/6) dini hari dari Klub yang berlokasi di Robertson Quay tersebut. Penutupan ini dilakukan setelah tidak adanya investor atau pihak yang bersedia untuk mengakuisisi bisnis 1880 Private Club. Sehingga usaha tidak bisa berjalan lancar dan tidak ada cukup dana untuk operasional mulai dari pembayaran gaji dan pemasok.
“Klub dan semua kegiatannya akan segera dihentikan. Mohon jangan datang ke tempat tersebut karena pintunya akan dikunci,” isi pesan tersebut.
Straits Times memastikan pesan tersebut ditandatangani oleh pendiri klub asal Kanada Marc Nicholson. Penutupan klub ini menyusul penutupan cabangnya di Hong Kong pada 30 Mei, setelah beroperasi kurang dari tujuh bulan. Padahal, klub ini juga tengah membangun properti di Bali.
Dalam pesannya, Nicholson mengatakan kondisi bisnis 1880 saat ini sepi pengunjung dan pendapatan lebih sedikit imbas pengunjung yang datang memangkas jumlah pesanan.
Sehingga perusahaan memerlukan suntikan dana untuk mempertahankan operasional. Dia mengeklaim ada tiga tawaran untuk berinvestasi atau mengakuisisi 1880.
"(Salah satu) dari semua ini akan memulihkan kesehatan kita dan memberi landasan untuk membangun merek global. Saya sangat gembira, percaya dalam hati bahwa masa depan kita aman dan cerah," tulis Tn. Nicholson.
"Namun, kami tidak berhasil mendapatkan tawaran tersebut. Karena tidak ada dana lagi untuk membayar staf atau pemasok, kami tidak punya pilihan lain selain menutup usaha,” tambahnya.
Sebelumnya pada April lalu, Reuters juga sempat memberitakan tentang banyaknya restoran di Singapura yang gulung tikar seperti kios-kios kaki lima berbiaya rendah, operator menengah, dan restoran berbintang Michelin.
Berdasarkan data pemerintah Singapura, penutupan pada sektor makanan dan minuman rata-rata mencapai 307 per bulan sepanjang tahun ini, naik dari 254 per bulan pada tahun 2024 dan sekitar 230 per bulan pada tahun 2023 dan 2022.
Salah satu pendiri Wine RVLT, Alvin Goh berencana tidak akan memperbarui sewa tempat yang akan berakhir pada Agustus 2025, setelah hampir satu dekade menyajikan anggur alami dan makanan ringan di bar di Singapura tersebut.
Penutupan Wine RVLT di Agustus nanti akan menambah catatan panjang gulung tikarnya bisnis kuliner di negara singa itu.
"Kami sudah defisit sejak Juni 2023. Kami sudah menambah dana untuk memastikan sewa, gaji, dan pemasok tetap terbayar," katanya.
Goh mengaku terdampak oleh kenaikan biaya barang, utilitas, sewa, dan gaji. Pelanggan yang datang ke kokonya lebih sedikit dan menghabiskan lebih sedikit uang daripada tahun 2022 setelah pandemi COVID-19.