
KETUA Program Studi Magister Ilmu Hama Tanaman Faperta Universitas Gadjah Mada (UGM) Suputa menyampaikan adanya kolaborasi antara UGM dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk memanfaatkan teknologi nuklir. Kolaborasi berupa riset itu ditujukan untuk pengendalian lalat buah sebagai hama utama hortikultura.
Suputa mengatakan kolaborasi itu akan fokus pada peningkatan daya saing komoditas hortikultura lokal, terutama salak pondoh sebagai ikon Yogyakarta. "Serangan lalat buah menjadi hambatan serius dalam ekspor buah Indonesia," kata Suputa, Minggu (24/8).
Suputa menyebutkan salah satu kasus pada 2016, salak yang diekspor ke Australia dimusnahkan karena ditemukan belatung lalat buah. Sejak itu, Australia tidak lagi menerima ekspor salak dari DI Yogyakarta. Menurutnya, dengan dukungan teknologi nuklir, telur maupun larva lalat buah di dalam salak dapat dimatikan.
"Kita harapkan produk buah kita diterima negara mitra dagang," ucap Suputa.
Ia menambahkan, harapan terbesar dari kolaborasi ini adalah meningkatkan devisa negara melalui sektor ekspor sekaligus menjaga keberlangsungan buah lokal. "Kolaborasi ini wujud interdisiplin dan multidisiplin, agar tidak ada ego sektoral. Tujuan utamanya adalah kemaslahatan bersama, terutama meningkatkan kesejahteraan petani," tuturnya.
Menurut Suputa, kolaborasi riset ini menjadi langkah awal yang produktif untuk membangun sinergi riset, khususnya dalam penerapan fitosanitari dan Teknik Serangga Mandul (TSM) berbasis teknologi nuklir, yang bermanfaat bagi peningkatan keamanan pangan dan daya saing komoditas hortikultura Indonesia.
Perwakilan BRIN Murni Indarwatmi menyampaikan bahwa peluang pemanfaatan teknologi nuklir di sektor perlindungan tanaman sangat besar, terutama dalam proses pascapanen untuk memenuhi standar ekspor.
"Peluangnya itu besar sekali. Untuk bagian pascapanen, pemanfaatan iradiasi khususnya untuk buah-buahan adalah untuk perlakuan fitosanitari. Dengan iradiasi, radiasi bisa menembus hingga ke dalam buah dan membunuh telur maupun larva hama lalat buah yang tersembunyi," ungkap Murni.
Meski begitu, Murni mengakui masih ada tantangan berupa persepsi masyarakat terkait nuklir yang kerap diasosiasikan dengan bom atau kecelakaan reaktor.
"Sebenarnya iradiasi ini tidak ada bahan radioaktif yang menempel sama sekali di produk. Dosisnya kecil dan aman, justru memastikan buah yang diekspor bebas dari hama," tukasnya.(Ant/M-2)