KOALISI Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai kematian prajurit TNI seperti Prada Lucky Chepril Saputra Namo terus berulang. Kelompok ini menilai kasus-kasus serupa muncul karena sebuah sistem yang menutup diri dalam pengawasan publik.
“Sistem peradilan militer tidak menjamin adanya transparansi dan akuntabilitas yang memadai,” kata koalisi melalui keterangan tertulis yang dikirim Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi pada Selasa, 12 Agustus 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelompok yang juga mencakup Amnesty International, Kontras, dan Yayasan Bantuan Lembaga Hukum ini menyebut, impunitas yang masih sering terjadi tidak lepas dari kegagalan reformasi peradilan militer saat ini.
Menurut koalisi, sejumlah kasus yang mencuat dan ditangani oleh pengadilan militer mengingkari prinsip equality before the law. Itu juga menebalkan persepsi anggota militer kebal hukum. Padahal TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 Pasal 3 Ayat (4) huruf a dan Pasal 65 Ayat (2) UU TNI secara jelas menyatakan bahwa prajurit yang melakukan tindak pidana umum harus diadili di peradilan umum.
Koalisi memberi contoh dalam kurun waktu 4 tahun setidaknya ada 2 kasus pembunuhan oleh sesama anggota TNI yang mencuat ke hadapan publik. Kasus-kasus tersebut adalah kasus pembunuhan Prada MZR yang tewas akibat dianiaya enam seniornya di Batalyon Zeni Tempur 4/TK pada Desember 2023.
Kasus lain yang menjadi contoh adalah tewasnya Sertu Bayu yang meninggal pada November tahun 2021. Sertu Bayu meninggal akibat menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh dua perwira saat bertugas di Timika, Papua. “Dua kasus itu lebih mengedepankan perlindungan terhadap institusi alih-alih menjunjung tinggi keadilan bagi korban,” kata koalisi.
Prada Lucky tewas diduga akibat dianiaya oleh sejumlah seniornya di TNI Angkatan Darat (TNI AD). Prada Lucky mengembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Umum Daerah Aeramo, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu, 6 Agustus 2025. Korban sempat dirawat beberapa hari sebelum akhirnya dinyatakan meninggal.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana mengatakan peristiwa penganiayaan terhadap Prada Lucky Chepril Saputra Namo terjadi saat masa pembinaan prajurit. "Saya menyampaikan bahwa kegiatan ini terjadi semuanya pada dasarnya pelaksanaan pembinaan kepada prajurit," kata Wahyu di Mabes AD, Jakarta Pusat seperti dikutip Antara, Senin 11 Agustus 2025.
Adapun Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto mengatakan sejumlah orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus penganiayaan yang mengakibatkan Prada Lucky meninggal. "Sudah 20 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan," katanya kepada wartawan di Kupang, Senin, 11 Agustus 2025
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan mengatakan peristiwa ini menjadi perhatian serius pemerintah karena menyangkut keselamatan, disiplin, dan kehormatan prajurit. Pemerintah berkomitmen agar kejadian seperti ini tidak terulang.
Budi mengatakan pemerintah memastikan proses hukum dilakukan secara transparan, objektif, dan sesuai prosedur peradilan militer yang berlaku. Mantan Kepala Badan Intelijen Negara ini mengatakan tim investigasi Kodam IX/Udayana dan penyidik Denpom IX/1 Kupang telah bekerja profesional mengungkap fakta-fakta yang ada.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani mengapresiasi langkah cepat aparat hukum yang telah menetapkan 20 prajurit sebagai tersangka. Namun, dia meminta proses hukum dijalankan dengan adil, transparan, dan tuntas, serta memastikan hukuman yang dijatuhkan memberi efek jera. “Mekanisme yang ada juga harus dievaluasi agar kejadian serupa tidak terulang,” kata Puan di gedung parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 11 Agustus 2025.