Leo Saripianto
Kisah | 2025-08-14 14:03:35
Di sebuah desa di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, suasana musyawarah kini tidak lagi seperti dulu. Forum yang dulunya berisi suara laki-laki, kini bergema dengan pendapat para perempuan yang berani bicara, mengusulkan ide, dan mengambil keputusan. Inilah wujud nyata Desa Ramah Perempuan-konsep sederhana dengan dampak luar biasa, memberikan ruang yang setara bagi perempuan dalam pembangunan desa.
Caranya cukup jelas, perempuan dilibatkan secara aktif dalam musyawarah desa, sebagian dana desa dialokasikan untuk program yang berpihak pada perempuan dan anak-mulai dari pelatihan keterampilan, layanan kesehatan reproduksi, hingga perlindungan korban kekerasan.
Dulu, hanya segelintir perempuan yang hadir di rapat desa, itu pun sering diam. Kini, perwakilan kelompok perempuan selalu hadir, bahkan memimpin diskusi. Dana desa dimanfaatkan untuk membangun Rumah Aman bagi korban kekerasan, serta mengadakan pelatihan pengolahan pangan yang kini produknya dipasarkan hingga luar daerah.
(Ilustrasi: Perempuan)
Perubahan pun terasa. Kasus kekerasan menurun karena korban berani melapor dan mendapat pendampingan. Perempuan lebih percaya diri tampil di ruang publik. Kesejahteraan keluarga meningkat, bukan hanya dari segi ekonomi, tapi juga karena perempuan memiliki ruang aman untuk berkarya.
Siti, ibu dua anak, menceritakan pengalamannya, “Dulu saya hanya di rumah, sekarang ikut pelatihan, punya usaha kecil, dan bisa bicara di pertemuan desa. Rasanya seperti punya suara yang benar-benar didengar.”
Desa Ramah Perempuan membuktikan bahwa ketika perempuan dilibatkan secara setara, pembangunan menjadi lebih inklusif dan berkelanjutan. Karena pembangunan terbaik bukanlah yang dikerjakan oleh sebagian orang, tetapi oleh semua.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.