
KADIV Humas Jogja Police Watch, Baharuddin Kamba menilai ada kejanggalan dalam penangkapan lima orang sebagai tersangka dalam praktik judi online (judol) di daerah Banguntapan, Bantul, DIY beberapa waktu lalu.
Kelima tersangka, yakni RDS, EN, DA, NF dan PA. Menariknya, kata Kamba, kelima tersangka ini disebut merugikan bandar judi online. Polisi menyebut praktik judi online ini terbongkar berdasarkan laporan dari masyarakat.
"Menjadi pertanyaan besarnya adalah masyarakat yang mana? Apakah bandar yang dirugikan? Logika hukum yang digunakan oleh Polda DIY tidak masuk akal karena pemain judi online ditangkap sementara bandar judi online tidak ditangkap oleh Polda DIY. Kan logikanya ada pemain, pasti ada bandarnya," papar dia.
JPW berharap kepada Polda DIY untuk tidak mempermainkan hukum dengan hanya menangkap pemain judi online sementara bandarnya tidak tersentuh hukum.
"Kalau soal butuh bukti untuk menjerat bandar sebenarnya mudah bagi Polda DIY yakni dengan mengorek keterangan dari para tersangka," kata dia.
Persoalannya, Polda DIY mau atau tidak untuk menjerat bandarnya? Menurut dia, polisi memiliki kemampuan untuk membongkar judi online, termasuk menjerat keterlibatan bandarnya.
"JPW dalam waktu yang tidak lama akan berkirim surat kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo cq. Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim agar dapat melakukan supervisi atas penanganan judi online oleh Polda DIY karena dinilai ada kejanggalan," kata dia.
Penggerebekan Kasus Judi Online
Sebelumnya, Dirreskrimsus Polda DIY AKBP Saprodin, menyampaikan Polda DIY telah melakukan penggerebekan pada 10 Juli lalu. Hasilnya, petugas mengamankan lima tersangka, yakni RDS (32), NF (25), EN (31), DA (22), dan PA (24).
"Para tersangka diduga telah menjalankan praktik judi online sejak November 2024 dengan memanfaatkan promo situs judi dan mengoperasikan banyak akun melalui empat komputer," jelas dia, Kamis (31/7).
Masing-masing dari mereka memiliki peran, misalnya, RDS, (32 tahun) warga Kabupaten Bantul, berperan sebagai koordinator. RDS menjadi penyedia modal, sarana, serta menggaji empat tersangka yang lain.
Empat tersangka yang lain adalah NF (25) asal Kabupaten Kebumen, PA (24) asal Kabupaten Magelang, serta EN (31) dan DA (22) asal Bantul. Mereka menjadi operator atas perintah RDS untuk berjudi melalui akun-akun judol yang telah disiapkan.
Mereka berhasil mengelabui dan meraup uang dari bandar dengan cara membuat hingga 40 akun baru setiap hari. Akun-akun tersebut digunakan sekali pakai.
Barang bukti yang diamankan meliputi lima unit ponsel, empat unit komputer, beberapa kartu SIM bekas, serta cetakan tangkapan layar situs judi online.
Polisi turut menyita sejumlah barang bukti di antaranya empat unit komputer untuk judol, lima ponsel, tangkapan layar situs judol yang digunakan, beberapa lembar uang tunai dan alat bukti lainnya.
Kasubdit V Cyber Ditreskrimsus Polda DIY AKBP Slamet Riyanto menambahkan, para tersangka dijerat dengan pasal 45 Ayat 3 Juncto Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 303 KUHP jo pasal 55 KUHP dan/atau pasal 56 KUHP tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu, mereka juga dikenakan UU informasi dan transaksi elektronik (ITE) UU ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar.
Seluruh tersangka kini ditahan di Rutan Polda DIY untuk menjalani proses hukum lebih
"Polda DIY mengimbau masyarakat agar menjauhi segala bentuk perjudian, baik konvensional maupun daring, dan segera melaporkan jika menemukan aktivitas mencurigakan melalui call center 110 atau kanal resmi Polda DIY.