INFO NASIONAL – Lomba Digitalisasi Pasar 2025 tinggal menanti pengumuman pemenang. Manajer Humas Perumda Pasar Jaya, Fahrizal Irfan, mengatakan saat ini sudah tahap akhir penjurian. “Saat ini sudah proses finalisasi,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 13 Agustus 2025.
Mengutip linimasa kegiatan, proses penilaian berlangsung sejak hari peluncuran lomba pada Selasa 22 Juli 2025, dan berlangsung selama tiga pekan. Proses penilaian dilakukan dalam dua tahap, yakni Periode I pada 22–25 Juli 2025 dan Periode II pada 6–8 Agustus 2025. Setelah proses penilaian purna, panitia lomba melaporkan kepada Gubernur Pramono Anung, dan pengumuman pemenang diperkirakan pada 17 Agustus mendatang.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Namun, tanggalnya (pengumuman) masih belum bisa dipastikan,” ucap Irfan. “Semoga tetap sesuai jadwal, karena Lomba Digitalisasi Pasar sejatinya digelar untuk memperingati Hari Kemerdekaan ke-80 Indonesia.”
Pemenang lomba terbagi tiga kelas, yaitu Juara 1 Pasar Kategori A, Juara 1 Pasar Kategori B, dan Juara 1 Pasar Kategori C. Ada 20 pasar terpilih mengikuti penilaian dari 153 pasar yang dikelola Perumda Pasar Jaya.
Sebanyak tujuh pasar masuk Kategori A, yakni Pasar Mayestik, Pasar Senen Blok III, Pasar Jatinegara, Pasar Kramat Jati, Pasar Perumnas Klender, Pasar Baru Metro Atom, dan Pasar Tomang Barat.
Pasar Kategori B mencakup Pasar Koja Baru, Pasar Sunter Podomoro, Pasar Teluk Gong, Pasar Cengkareng, Pasar Pademangan Timur, dan Pasar Santa.
Sedangkan Pasar Kategori C adalah Pasar Lenteng Agung, Pasar Tebet Barat, Pasar Tebet Timur, Pasar Ganefo, Pasar Gondangdia, Pasar Pondok Bambu, dan Pasar Johar Baru.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan N0. 37/M-DAG/PER/5/2017, Pasar Tipe A memiliki paling sedikit 400 orang pedagang dengan luas lahan 5.000 meter persegi. Pasar Tipe B untuk kapasitas minimal 275 pedagang dan luas lahan 4.000 meter persegi. Sementara Pasar Tipe C minimal 200 pedagang dan luas lahan 3.000 meter persegi.
Sebagai contoh, dinukil dari buletin Perumda Pasar Jaya, Pasar Mayestik direvitalisasi pada 2010 dan luasnya sekarang mencapai 6.905 meter persegi, sehingga layak masuk kategori Pasar Tipe A. Sedangkan Pasar Gondangdia memiliki luas 3.835 meter persegi, digolongkan dalam Pasar Tipe C.
Ifran menuturkan, aspek penilaian Lomba Digitalisasi Pasar 2025 antara lain ketersediaan pembayaran non-tunai seperti QRIS, mesin EDC, sistem pembayaran digital Content Management System atau CMS, dan penggunaan kanal digital lokapasar dalam memasarkan dagangan. Keberadaan pembayaran digital di fasilitas parkir dan kebersihan pasar juga ikut dinilai.
“Lomba ini merupakan salah satu upaya mendorong inklusi keuangan, mempermudah akses pembayaran non-tunai, serta mengedepankan layanan yang sesuai dengan perkembangan teknologi,” kata Irfan.
Dalam pelaksanaan lomba, Pasar Jaya berperan sebagai fasilitator aktif yang berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta sejumlah perbankan. Kolaborasi mencakup penyediaan sarana dan prasarana, pendampingan pedagang, hingga persiapan teknis lomba.
Tujuan lomba juga ditegaskan Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretaris Daerah Jakarta, Suharini Eliawati. Saat melakukan penilaian di Pasar Gondangdia pada 7 Agustus, ia menuturkan latar belakang kebersihan juga masuk dalam aspek penilaian.
"Kami ingin menghadirkan pasar yang nyaman. Jadi, penilaian tidak hanya soal kemudahan bertransaksi digital, tetapi juga kebersihan, keamanan, serta penataan fasilitas umum dan pedagang kaki lima. Semoga lewat lomba ini pasar-pasar tradisional bisa terus berkembang," ucapnya dinukil dari rilis jakarta.go.id.
Lomba ini bukan semata menilai pasar yang menerapkan digitalisasi, namun termasuk lembaga keuangan penyedia elektronifikasi itu.
“Penilaian lomba terbagi dalam dua aspek, yaitu Aspek Pasar yang dinilai oleh tim juri dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, serta Aspek Digitalisasi Perbankan yang dinilai oleh OJK dan Bank Indonesia berdasarkan laporan dari bank peserta,” urai Eli.
Institusi keuangan peserta lomba terdiri dari BRI, BNI, Mandiri, BCA, dan Bank DKI. Mereka bersaing dalam beberapa kategori, seperti Program Literasi Teraktif, Digitalisasi Keuangan Terbaik, dan Akses Keuangan Termasif.
Kepala OJK Jabodebek, Edwin Nurhadi, menyebut tiga hal jadi indikator penilaian pada seluruh bank tersebut. Pertama, dari sisi program keuangan yang terbaik dan termasif. Kedua, dari sisi akses keuangan, yaitu pemberian kredit, pembukaan rekening, dan keaktifan agen laku pandai.
“Ketiga, kami ingin melihat implementasi digitalisasi keuangan di pasar secara menyeluruh. Tiga hal itulah yang akan menjadi fokus penilaian kami,” jelasnya.
Penghargaan untuk perbankan terbagi menjadi tiga, yakni Perbankan dengan Program Literasi Terbaik dan Teraktif, Perbankan dengan Akses Keuangan Terbaik, dan Perbankan dengan Digitalisasi Keuangan Termasif.
Digitalisasi Mampu Hapus Copet
Pentingnya peran digitalisasi pasar diungkapkan Gubernur Pramono Anung saat peluncuran Lomba Digitalisasi Pasar 2025 pada 22 Juli. Menurut gubernur kelahiran Kediri ini, penerapan transaksi non tunai memberi manfaat pada jalannya transaksi antara pedagang dan pembeli, juga sektor perbankan.
Ihwal transaksi yang aman, digitalisasi dapat membentuk ekosistem perdagangan yang aman, tertib, dan transparan. Ia pun meyakini minimnya peredaran uang tunai mampu meredam aksi kejahatan yang kerap terjadi di pasar.
“Copetnya hilang, premannya berkurang,” ujarnya. “Penerimaan Jakarta juga akan meningkat karena tidak ada lagi ruang abu-abu. Semuanya transparan.”
Dari sisi perbankan, Pramono melanjutkan, digitalisasi menjadikan literasi keuangan semakin masif, sehingga budaya bertransaksi nontunai pun semakin mengakar. Manfaatnya juga meluas, mulai dari terbangunnya interaksi ekonomi, sosial, dan budaya yang lebih sehat.
Terlebih, Jakarta tercatat sebagai kota dengan transaksi digital tertinggi di Indonesia, mencapai 6,2 juta transaksi. Karena itu, Pramono optimistis lomba digitalisasi pasar semakin mengerek angka tersebut. “Karena mudah, pasti, dan aman,” kata dia.
Digitalisasi penting untuk memperkuat daya saing pasar rakyat di tengah gempuran produk asing. Sistem pembayaran yang transparan dan serba digital diyakini mampu menata aktivitas jual-beli menjadi lebih tertib.
“Dengan cara ini, pasar rakyat akan menjadi tempat berbelanja yang modern sekaligus nyaman,” ucap Pramono.
Senada, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta, Lusiana Herawati, menyatakan digitalisasi membuka akses pembiayaan yang lebih luas, memungkinkan transaksi yang lebih aman, serta mendorong terciptanya ekosistem pasar yang tertib dan bersih.
“Transaksi digital juga memberikan banyak manfaat bagi pedagang, seperti proses yang lebih cepat, aman, dan praktis. Mereka tidak perlu lagi repot menyediakan uang kembalian dan bisa merasa tenang karena dana langsung masuk ke rekening,” ujar Lusiana.
Komitmen Pemprov Jakarta mendorong transaksi digital di pasar tradisional mendapat dukungan dari Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Perjuangan, Ali Mahsun. Langkah ini menjadi salah satu upaya mengantisipasi maraknya produk asing dan perusahaan multinasional yang mengancam pedagang lokal.
“Lomba ini merupakan bukti upaya Pemprov Jakarta memberikan perlindungan kepada pedagang pasar rakyat agar tidak tergerus oleh retail-retail modern yang terus mengancam. Apalagi sekarang produk-produk asing begitu mudah masuk ke Indonesia, kita harus segera mengantisipasi, salah satu cara tentu melalui digitalisasi,” ujar Ali.
Konsumen, kata Ali, semakin terbiasa dengan sistem pembayaran nontunai. “Sekarang bayar apapun pakai QRIS karena mudah,” ucapnya. “Maka, digitalisasi pasar memang harus dioptimalkan agar manfaatnya dapat dirasakan pedagang, demi ekonomi kerakyatan yang lebih berdaya.”
Maraknya pembayaran nontunai diakui Ita, pedagang es jeruk di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan. “Sekarang, sebagian besar orang jajan membayar pakai QRIS,” katanya. Sebab itu, Ita menyambut baik kompetisi yang digelar Pemprov Jakarta.
Berkat pembayaran digital, Ita pun tak lagi repot mencari kembalian, menyediakan uang tunai, khawatir mendapatkan uang palsu atau uang lecek. “Pencatatan transaksi otomatis terekam,” kata dia.
Egi Fadliansyah, pemilik Sahabat Dunia Kopi yang menyajikan olahan modern ubi Cilembu, sangat merasakan manfaat transaksi nontunai. Terlihat pada puluhan pembeli yang memindai kode QRIS di etalase gerainya di Pasar Santa.
“Semua hasil penjualan disetor ke rekening kami di Bank Jakarta,” ucapnya.
Dalam satu pekan, Egi meraup omzet sekitar Rp 20 juta. Karena itu, transaksi nontunai memudahkan untuk menyimpan maupun menghitung hasil penjualan. “Memang sudah zamannya pedagang harus serba digital agar kita bisa lebih maju,” ia menegaskan. (*)