
Kepala Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi angkat bicara mengenai penetapan Hari Kebudayaan Nasional (HKN) yang ditetapkan pada tanggal 17 Oktober. Sebagian pihak menilai, ini sengaja ditetapkan berbarengan dengan hari ulang tahun Presiden Prabowo.
Ia menegaskan hal itu merupakan masukan dari para budayawan hingga pekerja seni. Hasan menekankan bahwa pemerintah Indonesia punya data dan dasar dalam menentukan berbagai hal.
"Pemerintah kita tidak menganut sistem otak-atik-gathuk, pikiran cocokologi. Jadi ketika sebuah tanggal ditetapkan oleh Kementerian itu ada dasarnya. Apakah itu dasar hukum, apakah itu dasar peristiwa, atau dasar sejarah," kata Hasan dalam konferensi pers di Kantor PCO, Jakarta Pusat, Rabu (16/7).

Hasan menjelaskan, puncak dari pengakuan keberagaman Indonesia telah ditetapkan melalui peraturan pemerintah nomor 66 tahun 1951. Pada saat itu, ia menuturkan, negara mengakui keberagaman dengan memasukkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian dari lambang negara.
"Jadi penetapan burung garuda sebagai lambang negara, dan memasukkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lambang negara," ucap dia.
Lebih lanjut, ia menuturkan ada beberapa tanggal yang dijadikan alternatif sebagai hari kebudayaan selain tanggal 17 Oktober. Namun, Hasan mengatakan tanggal tersebut sudah ada peringatannya.
"Dan hari ini juga, tanggal 17 Oktober ini, ada momen sejarahnya, pengakuan resmi pemerintah terhadap keberagaman dengan dimasukkannya semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian tidak terpisahkan. Burung garuda itu, lambang negara itu tidak terpisahkan dengan semboyan bhinneka tunggal ika," terang Hasan.

Hasan menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak menganut sistem cocokologi. Tapi, jika penetapan tanggal itu bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Prabowo itu merupakan kebetulan.
"Jadi kita tidak menganut otak-atik-gatuk, atau cocokologi. Kalau kebetulan, enggak apa-apa. Ini kan soal kebetulan. Kebetulan-kebetulan itu banyak," tandas dia.