










Pada Kamis, 17 Juli 2025, puluhan aktivis berdatangan ke halaman depan Istana Merdeka, Jakarta, untuk mengikuti rangkaian Aksi Kamisan dalam memperingati Hari Keadilan Internasional.
Mereka menyuarakan ingatan kolektif tentang tragedi-tragedi kelam yang masih menyimpan luka: Tragedi 1965–66, Talangsari, Semanggi, serta sejumlah insiden kekerasan lain yang hingga kini belum tuntas dalam proses penegakan hukum dan pengungkapan kebenaran.
Sejumlah aktivis membentangkan poster-poster, massa aksi menyoroti sikap negara yang dinilai memilih “jalan pintas” mengabaikan akar masalah dan membiarkan narasi sejarah yang menutup-nutupi kepedihan masa lalu.
Bagi mereka, solusi sesungguhnya bukan cukup dengan pernyataan formal atau janji kosong. Kondisi ini yang diperlukan adalah dialog terbuka, rekonsiliasi publik, dan penghormatan penuh terhadap hak asasi terutama hak untuk tahu dan mendapat keadilan bagi korban serta keluarga.
Mereka juga menolak penunjukan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), yang dinilai kontroversial karena dinilai berupaya merevisi sejarah dan mengusulkan nama Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.
