
Lurah Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode 2015–2017, Herman, dituntut pidana 1,5 tahun penjara terkait kasus pungli terhadap warganya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) meyakini Herman terbukti bersalah dalam meminta komisi Rp 200 juta sebagai imbal tanda tangan persyaratan jual beli tanah.
"[Menuntut Majelis Hakim] menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Herman R, S.Sos. bin Rumanta dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan," kata jaksa membacakan amar tuntutannya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/6).
Selain pidana badan, Herman juga dituntut pidana denda sebesar Rp 50 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Sebelum membacakan tuntutannya, jaksa terlebih dahulu menyampaikan sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan.
Hal yang memberatkan tuntutan, yakni Herman tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara itu, hal yang meringankan tuntutan adalah Herman belum pernah dihukum, bersikap sopan, dan menjadi tulang punggung keluarga.
Akibat perbuatannya, jaksa meyakini Herman bersalah melanggar Pasal 11 UU Tipikor.
Adapun perkara ini bermula ketika seorang warga bernama Effendi Abdul Rachim hendak menjual tanahnya yang berlokasi di kawasan Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakbar, pada sekitar Mei 2016.
Untuk menjual tanah tersebut, Effendi memerlukan lampiran dokumen berupa Surat Pernyataan Tidak Sengketa, Surat Pernyataan Penguasaan Fisik, Surat Rekomendasi, dan Legalisir Surat Perjanjian Jual Beli.
Pembuatan Surat Pernyataan Tidak Sengketa dan Penguasaan Fisik (Sporadik) serta Surat Rekomendasi Tanah membutuhkan tanda tangan Lurah Kelapa Dua yang saat itu dijabat oleh Herman. Effendi kemudian datang menemui Herman.
"Saat itu Terdakwa memaksa saksi Effendi Abdul Rachim untuk memberikan komisi sebesar 10% dari harga jual tanah untuk menandatangani/mengesahkan Surat Pernyataan Tidak Sengketa dan Penguasaan Fisik (Sporadik) serta Rekomendasi Tanah," ujar jaksa.
Effendi sebenarnya merasa keberatan atas permintaan Herman. Sebab, nilai jual tanahnya itu seharga Rp 2,8 miliar. Namun karena memerlukan dokumen itu, Effendi terpaksa memenuhi permintaan tersebut.
Effendi kemudian menghubungi perantara penjual tanahnya agar menghubungi calon pembeli untuk membayarkan uang muka. Uang muka selanjutnya diserahkan kepada Effendi sebesar Rp 500 juta.
Effendi lalu menghubungi Herman bahwa uang yang dimintanya sudah tersedia. Herman pun menyuruh anak buahnya, Darusman, untuk menemui Effendi di salah satu restoran di dekat Kantor Kelurahan Kelapa Dua, Kebon Jeruk.
"Selanjutnya setelah bertemu saksi Darusman, saksi Effendi Abdul Rachim langsung menyerahkan uang tunai sebesar Rp 200 juta yang dibungkus tas plastik warna hitam kepada saksi Darusman dan menitip pesan agar diserahkan kepada Terdakwa," ungkap jaksa.
Darusman lalu menyerahkan titipan Effendi tersebut kepada Herman. Herman yang telah menerima uang itu langsung menandatangani dokumen-dokumen yang diperlukan Effendi. Ia juga memberikan uang kepada Darusman Rp 10 juta.
Atas dakwaan tersebut, Herman mengaku akan menghadapi proses hukumnya. Dia pun menyangkal telah melakukan pemerasan tersebut.
"Jalanin aja, apa yang didakwa itu, saya enggak ke situ. Insyaallah," kata Herman.