
Mantan Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi, membantah keterangan saksi yang menyebut ada permintaan untuk jajaran direksi patungan sebesar Rp 50 hingga Rp 100 juta per orang.
Hal itu disampaikan Ira melalui pengacaranya, Soesilo Wibowo, menanggapi keterangan saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/7).
"Fakta yang ada, tidak ada pengumpulan uang sampai Rp 50 juta per orang. Setahu saya seperti itu," kata Soesilo Wibowo.
Ada pun dalam persidangan, saksi menyebut bahwa uang itu disebut akan dibelikan emas yang akan diberikan kepada pejabat di Kementerian BUMN. Soesilo pun meluruskan keterangan tersebut.
"Itu bukan bagian dari gratifikasi atau penyuapan, saya kira karena waktu itu empati saja kepada orang yang waktu itu sakit. Beliau (pejabat deputi BUMN) itu sudah meninggal. Waktu itu dia sakit sangat berat saya kira," ujar Soesilo.
"Tidak ada take and give dengan pemberian itu dapat empati apa itu tidak ada. Itu murni," tambahnya.
Dia pun menyatakan bahwa hal tersebut sama sekali tak ada kaitan dengan proses akuisisi yang dilakukan PT ASDP dengan PT Jembatan Nusantara sebagaimana dakwaan.
“Itu tidak ada sama sekali. Itu berkaitan dengan kemanusiaan saja, Tidak ada kaitan sama sekali dengan [KSU yang dituduhkan],” tegasnya.
Pihak kuasa hukum pun membantah pernyataan saksi yang menilai kerja sama usaha yang dilakukan ASDP dengan PT Jembatan Nusantara berisiko.
Keterangan Saksi
Adapun saksi yang memberikan keterangan dalam persidangan adalah eks Direktur SDM ASDP, Wing Antariksa. Dia menyinggung soal dugaan permintaan patungan uang.
"Seingat saya itu di awal periode Ibu Ira sebagai Direktur Utama. Sempat ada diskusi bahwa yang bersangkutan ingin menyampaikan terima kasih kepada kementerian BUMN karena telah diangkat di PT ASDP," ujar Wing.
"Kemudian ucapan terima kasihnya akan diberupakan apa?" tanya jaksa.
"Saat itu yang bersangkutan menyampaikan akan memberikan emas," jelas Wing.
Jaksa lalu menggali lebih jauh mengenai hal tersebut. Wing memaparkan, tiap direksi di ASDP diminta patungan sebesar Rp 50 hingga 100 juta.

"Jadi kami diminta mengumpulkan uang. Seingat saya jumlahnya Rp 50 sampai dengan Rp 100 juta untuk dibelikan emas," ungkap Wing.
Namun, Wing tak mengetahui pasti siapa sosok pejabat BUMN yang akan diberikan emas itu. Dia hanya menjelaskan, timbul masalah baru saat emas telah diberikan.
Wing membeberkan, jajaran direksi sempat dikumpulkan di sebuah hotel di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat.
"Dirut menyampaikan bahwa laporan dari Kementerian BUMN terendus ada pemberian emas oleh ASDP kepada Kementerian BUMN. Dan Kementerian BUMN meminta kepada, menurut pengakuan Bu Ira, itu untuk bisa merapikan," jelas Wing.
"Kemudian yang saya ingat juga Ibu Dirut menyatakan bahwa sebenarnya beliau ingin menyelamatkan seluruh direksi karena yang bersangkutan sesungguhnya tidak ikutan menyetor juga. Dan di situ juga sempat ada perdebatan karena saya merasa bahwa kami semua terkecoh karena beliau yang menginisiasi tapi tidak memasang badan untuk bertanggung jawab," tambah dia.
Kasus ini terkait proses akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP. Dalam persidangan, Jaksa KPK mendakwa ada dugaan korupsi Rp 1,2 triliun.
Menurut pihak pengacara, Wing selaku saksi tidak mengetahui bahwa laba kotor PT Jembatan 2018 lebih bagus dari PT ASDP. Pun tidak mengetahui soal bahwa kerja sama usaha (KSU) itu dibiayai sendiri oleh PT Jembatan Nusantara yang kemudian biaya itu akan di-reimburse ke PT ASDP.
Pembayaran ASDP kepada PT Jembatan Nusantara itu disebut pengacara bersumber dari uang penjualan tiket yang ada di rekening bersama atau rekening escrow.
“Tidak ada uang yang dikeluarkan dari kantong PT ASDP,” ujar Gunadi Wibaksono, anggota tim pembela mantan direktur PT ASDP.
“Saksi juga tidak tahu bahwa setelah KSU itu PT ASDP mendapatkan keuntungan,” imbuhnya